(Gambar Hanya Ilustrasi)
Kisah misteri ini dialami sepasang kekasih di daerah Ciliwung. Ketika itu, Dadang dan kekasihnya, Nurul sedang melakukan perjalanan dari kota menuju kampung halaman dimana Nurul tinggal. Seminggu sekali Nurul pulang ke kampung diantar Dadang, setelah seminggu penuh Nurul bekerja di kota.
Nurul dan Dadang adalah sepasang kekasih yang sudah satu tahun ini menjalin cinta. Meski jalinan cinta mereka berdua dari hari ke hari kian akrab dan mesra, tapi keduanya telah sepakat untuk saling menghormati. Keduanya telah berjanji untuk tidak melakukan hal-hal di luar batas sebelum pernikahan.
Seperti biasa, Sabtu siang itu Dadang sengaja datang ke tempat kerja Nurul untuk menjemput dan mengantarkannya pulang ke kampung. Seperti biasanya, dalam perjalanan menuju kampung halaman keduanya selalu menyempatkan makan siang di Saung Mang Ujang. Sebuah restoran dengan suasana alam pegunungan yang sejuk.
Dalam perjalanan menuju Saung Mang Ujang, tiba-tiba turun hujan begitu deras. Jalan aspal yang mereka lalui tampak pekat oleh guyuran air hujan bercampur kabut.
“Sebaiknya kita berhenti saja dulu, Mas!” pinta Nurul, khawatir. Hujan memang turun semakin deras. Dan jalanan pun terlihat sangat licin.
“Iya, tapi kita berhenti dimana? Di sekitar sini jauh dari rumah pendududk. Sisi kiri kanan jalan hanyalah hamparan pepohonan!” komentar Dadang seperti bingung.
Tak lama kemudian Dadang menghentikan mobilnya di bawah sebuah pohon beringin besar yang tumbuh menjulang di sisi kiri jalan. Meski tampak samar oleh guyuran hujan berbaur kabut, tapi Nurul masih bisa melihat bahwa pohon beringin itu berada di samping gundukan tanah mirip kuburan. Di sekeliling gundukan tanah itu tumbuh beberapa jenis tanaman liar.
“Untung saja ada pohon beringin besar ini. Lumayanlah, berhenti di bawah pohon beringin ini. Mobil agak terlindung dari guyuran hujan!” Ucap Dadang lega setelah mematikan mesin mobilnya.
“Tapi aku merasa tak nyaman kita berhenti di sini, Mas. Kesannya di sini angker,” ucap Nurul meringis dengan bulu kuduk yang tiba-tiba meremang.
Sementara Nurul memperhatikan guyuran hujan dan angin yang menyapu daun dan ranting-ranting pohon raksasa itu, entah mengapa tiba-tiba saja Nurul melihat ranting dan dahan-dahan pohon beringin itu seperti memancarkan suatu kekuatan aneh yang membuatnya bergidik takut.
“Kamu tak perlu takut, Rul! Ketakutanmu mungkin karena pengaruh cuaca buruk di sekitar sini. Sebentar lagi juga hujan reda. Santai saja!” Ucap Dadang enteng sambil menggeser duduknya lebih dekat pada Nurul.
“Aku siap jadi pelindungmu, Sayang! Jangankan manusia, hantu atau makhluk halus yang berani mengganggumu akan aku labrak,” celoteh Dadang tertawa sambil mengelus-elus pipi Nurul.
Aneh, ucapan Dadang itu seperti langsung dijawab oleh suatu kekuatan yang membuat hujan mendadak turun semakin deras. Angin pun tiba-tiba bergemuruh kencang seperti hendak meruntuhkan pohon beringin itu.
Bersamaan dengan itulah, samar-samar terlihat sesosok bayangan hitam meloncat dari ketinggian pohon itu dan turun tepat di depan mobil yang mereka tumpangi. Satu detik kemudian bayangan itu berubah wujud menjadi seekor kera raksasa yang menyeringai seram.
Tapi detik berikutnya makhluk aneh itu tiba-tiba menghilang seperti di telan guyuran hujan. Anehnya, Dadang yang duduk di samping Nurul seperti tak melihat apa-apa. Malah bersamaan dengan menghilangnya makhluk itu, Dadang menjadi begitu agresif terhadap Nurul. Dadang menghujani wajah Nurul dengan ciuman dan kecupan liar, bahkan hingga di bibir dan lehernya.
Nurul pun tak mampu mengelaknya. Keduanya hanyut dalam permainan cinta. Namun Nurul merasa aneh dengan sikap Dadang yang begitu bernafsu seperti sedang kerasukan sesuatu. Tidak biasanya Dadang bersikap kasar dan liar dalam bermesraan. Dan yang lebih mengherankan, sorot matanya tiba-tiba terkesan aneh. Sorot mata yang menyala menahan gairah!
“Mas, sudahlah! Aku takut... tadi aku melihat...” ucap Nurul setengah memohon.
Karena hari sudah mulai Maghrib, akhirnya keduanyapun membatalkan rencana makan malam di restoran Saung Mang Ujang. Keduanya lalu memutuskan untuk pulang.
Sesampainya di kampung halaman Nurul, hari sudah terlalu malam. Dadang pun diminta Ayah ibu Nurul untuk menginap. Akhirnya, malam itu Dadang pun menginap di rumah Nurul. Esoknya, suatu keanehan terjadi pada Nurul. Tiba-tiba saja perutnya membesar seperti orang yang sedang hamil 9 bulan. Dan benar juga, ketika Nurul dibawa ke dokter, sang dokter menyatakan bahwa nurul memang sedang hamil. Alangkah terkejutnya Dadang dan juga ayah ibu Nurul. Begitu juga dengan Nurul, ia langsung jatuh pingsan mendengar pernyataan dokter tersebut.
Akhirnya, Nurul pun dibawa ke pondok Kyai Ahmad untuk mendapatkan pencerahan dan pengobatan.
“Neng Nurul memang tengah hamil besar. Tapi kehamilan Neng Nurul ini tak wajar, karena pengaruh jahat makhluk halus. Makhluk halus jenis ini memang pada kesempatan tertentu bisa berbuat jahat, terlebih pada orang yang bicara sombong dan berani melakukan perbuatan tak senonoh di tempat angker di mana makhluk itu berada,” jelas Kyai Ahmad sambil menoleh ke arah Dadang.
“Apa Nak Dadang ini kekasihnya Neng Nurul?” tanyanya dengan suara bijak, sambil menatap Dadang.
“Iy... iya... saya kekasihnya Nurul. Bahkan bulan depan saya akan tunangan. Memangnya kenapa, Pak Kyai?” Jawab Dadang terkejut menerima pertanyaan yang tiba-tiba dari Kyai Ahmad itu.
Kyai Ahmad menarik nafas panjang. Mengulum senyum. Lalu berkata,
“Maaf, menurut peneropongan mata batin saya, Nak Dadang dan Neng Nurul pernah melakukan hubungan intim di tempat angker. Kalian tahu, sewaktu kalian melakukan hubungan itulah makhluk halus itu datang dan menyusup ke dalam jiwa Nak Dadang dan ikut merasakan kenikmatan hubungan yang dirasakan Nak Dadang. Sekali lagi maaf kalau terawangan batin saya ini salah!”
Kontan ayah dan ibu Nurul saling tatap mendengarnya. Ada ketidaksukaan di wajah mereka mendengar bahwa anak gadisnya, Nurul dan Dadang telah berbuat sejauh itu. Sementara Nurul dan Dadang tertunduk mendengarnya.
Penjelasan Kyai Ahmad itu bukan hanya membuat keduanya malu dan makin membuat mereka ketakutan, tetapi juga telah menghantar ingatan Nurul pada kejadian-kejadian aneh sewaktu Nurul dan Dadang hendak pergi ke restoran Saung Mang Ujang itu. Bukankah ketika itu mobil Dadang berhenti di bawah pohon beringin besar yang terkesan angker? Ketika itu juga Nurul sempat melihat sesosok makhluk aneh mirip kera raksasa, dan merasakan keganjilan pada diri Dadang saat keduanya melakukan hubungan seks. Diam-diam Nurul membenarkan penjelasan Kyai Ahmad yang panjang lebar itu.
“Lalu apa yang harus kami lakukan, Pak Kyai? Apapun syaratnya, saya akan siap! Yang penting perut kekasih saya ini bisa kempis seperti sedia kala,” ucap Dadang seolah tak sabar. Wajah tampannya bersemu merah karena menahan malu.
Kyai Ahmad tidak menjawab. Laki-laki berusia 70 tahun itu lalu mengambil suatu bungkusan dari atas lemari di pojok kamar dan berkata,
“Taburkan serbuk panyinglar ini di tempat kalian berhubungan intim waktu itu. Tapi sebelumnya, kalian harus melakoni beberapa syarat. Pertama, kalian harus bertobat dengan melakukan shalat sunnah taubatan nasuha. Lalu berpuasa selama tiga hari berturut-turut dan setiap malamnya kalian harus mewiridkan sholawat sebanyak 333 kali. Insya Allah perut Neng Nurul akan mengempis seperti semula!” Jelas Kyai Ahmad panjang lebar.
Begitulah, usai melaksanakan syarat yang disebutkan itu, Nurul dan Dadang lalu pergi ke tempat di mana pohon beringin besar itu berada. Sambil membaca shalawat keduanya lalu menaburkan apa yang disebut Kyai Ahmad sebagai serbuk penyinglar, yang bentuknya mirip tep ung putih itu di tanah sekeliling pohon beringin.
Setelah serbuk gaib itu mereka taburkan, suatu keajaiban pun berlangsung. Bersamaan dengan selesainya Nurul dan Dadang menaburkan serbuk itu, tiba-tiba dari ranting-ranting bagian atas pohon beringin itu mengepul asap hitam yang kemudian membentuk suatu gulungan besar. Sesaat gulungan asap hitam itu bergerak-gerak ke sana ke mari, namun kemudian membumbung ke angkasa dan akhirnya menghilang di telan mega. Aneh, bersamaan dengan menghilangnya gulungan asap hitam itu, tiba-tiba perut Nurul yang masih menggelembung besar itu mengempis seperti sedia kala.
“Alhamdulillah...!” ucap Nurul dan Dadang sambil berpelukan dalam suasana haru dan bahagia.