Entah ini sebuah sejarah atau kisah nyata. Tetapi yang jelas kisah ini makin lama makin dirasakan menghilang oleh Syamsul Bahri, karena sikap seenaknya para generasi muda masa kini yang enggan mempelajari sejarah negara.
Kisah tentang harta karun tentara Jepang dan tentang arwah para tentara ini sebenarnya telah diceritakan secara turun temurun selama hampir 70 tahun, dan juga merupakan kisah yang didapat dari kawan-kawan Syamsul Bahri yang telah cukup lama melakukan studi mengenai masa penjajahan Jepang.
Banyak hal yang timbul berkaitan dengan kisah-kisah ini, tetapi apa yang Syamsul Bahri ingin tegaskan sebenarnya adalah mengenai beberapa lokasi terakhir para pendatang dari timur yang tidak diundang ini dan dimanakah sebenarnya lokasi harta rampasan yang mereka sembunyikan. Syamsul Bahri merasa terpanggil untuk berbagi kisah-kisah ini dengan semua orang agar sejarah dan beberapa kisah mistik yang patut dikaji kebenarannya tidak hilang dan musnah begitu saja.
Memang, tulisan-tulisan yang ada selama ini bercampur antara sejarah dan kisah mistik. Namun yang pasti ada beberapa fakta di sini yang bisa dirasakan, didengar, dan juga berdasarkan beberapa pengalaman yang pernah diceritakan.
Di dalam pencariannya mengenai emas dan harta rampasan tersebut, Syamsul Bahri tidak dapat menghindari berbagai pertanyaan yang berkecamuk di dalam benaknya, seperti;
“Apakah ada yang tahu tentang emas Yamashita? Di mana pernah melihatnya? Apakah emas tersebut benar-benar ada? Kenapa tak pernah ada yang melihatnya walau sudah sering disebut-sebut? Siapa yang menjaga emas-emas tersebut?”, dan berbagai pertanyaan pelik lainnya yang datang silih berganti mengganggu pikirannya.
Kebetulan Syamsul Bahri pernah membaca beberapa artikel yang ditulis oleh Tn Hj. Shah Paskal tentang “Penjaga-Penjaga Setia” yang menyebut-nyebut tentang pasukan tentara Jepang, dimana ada sebagian masyarakat yang pernah berjumpa secara tak sengaja dengan mereka ini.
Semasa tentera Jepang mendarat untuk pertama kalinya di Pantai Kuala Amat pukul empat dini hari pada tanggal 28 November 1941, berkekuatan 3 batalion tentara Jepang yang dikomandani oleh Letnan Kolonel Yamada menjejakkan kaki mereka di pantai tersebut. Diperkirakan sebanyak 5600 personil tentara Jepang berhasil dalam misi pendaratan tersebut walau mendapat perlawanan hebat dari pasukan Inggris-India yang berasal dari pasukan 3/17 th Dogras (Dogra Regiment)/Resimen Dogra.
Pasukan kedua mendarat dengan dikomandani oleh Kapten Yoshiteru Uramoto dan pasukan ketiga dikomandani oleh Mayor Jenderal Ryuzo Kagami dan Kolonel Osamu Ohara yang agak terhambat sedikit karena diserang oleh pesawat tempur Inggris-Australia jenis Hudson dari pasukan No. 1 Squadron RAAF (Royal Australian Air Force) dari bandara Kota Baharu Pangkalan Chepa dan jenis Vickers Vildebeeste yang tiba dari base Gong Kedak serta Base Lalangluas di Machang.
Dan sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, ada berapa banyak pasukan Jepang yang mendarat dan kemudian terbunuh, pernahkah ada yang mengetahui di mana lokasi mayat-mayat mereka ditemukan atau mungkin sudah dimakamkan di bunker-bunker yang mereka bangun? Diam-diam ada yang ciut nyalinya dan merasa seram bila mengetahui fakta yang sebenarnya mengenai keberadaan mayat-mayat tersebut.
Sebenarnya, adakah yang benar-benar pernah melihat atau secara tidak langsung mengetahui cerita tentang hantu tentara Jepang? Mengapa hantu-hantu ini sering kali dikaitkan dengan kawasan atau lokasi bekas tentera Jepang tinggal? Mungkin ada yang mengatakan bahwa semua ini adalah bohong, hanya tipu muslihat para pemburu harta rampasan penjajah Jepang, karena memang banyak yang tidak percaya.
“...mana ada hantu tentara Jepang...?!!”
Kurang lebih begitulah komentar beberapa orang.
Tetapi ada satu rahasia yang tidak banyak orang mengetahuinya, bahwa sebenarnya orang Jepang yang selama ini dikenal sebagai bangsa yang modern, intelek, dan tidak pernah bersentuhan dengan hal-hal yang sifatnya klenik dan mistik, ternyata juga amat percaya dengan kekuatan roh dan segala hal yang berbau mistik.
Tidak percaya?
Ada bukti kuat yang menunjukkan sifat mistik dan klenik bangsa penjajah itu. Ini semua berkat ditemukannya sejenis batu yang disimpan di bawah reservoir di negara bagian selatan.
Begini penjelasannya:
Pasukan penjajahan Jepang pada waktu itu dikenal sebagai pasukan yang amat kuat berpegang kepada spirit kerohanian mereka. Mereka percaya bahwa mereka pasti akan hidup kembali dan akan terlahir kembali di tempat mereka terbunuh. Karena itulah mereka sanggup melakukan “Harikiri”.
Dari penemuan itu juga membuktikan satu hal yang amat penting, yaitu bahwa mayat-mayat pasukan mereka yang jumlahnya sangat banyak itu sebenarnya tidak pernah dikuburkan. Karena mayat-mayat tersebut sebenarnya dibakar bersama dengan tanah-tanah liat dan dijadikan batu-bata untuk membangun bunker, benteng, dan juga markas mereka. Campuran batu-bata ini bisa dilihat di hampir setiap monumen atau bangunan yang diduduki oleh pasukan Jepang.
Kenapa? Karena bangsa penjajah itu percaya bahwa arwah para tentara ini akan senantiasa bersatu dan bersama menjaga bangunan dimana jasad mereka telah dilebur menjadi satu dengan bangunan yang dijaganya. Jadi tidaklah berlebihan jika ada yang mengatakan bahwa arwah mereka pula yang menjaga emas Yamashita, yaitu emas dan harta yang dirampas oleh pasukan tentara Jepang ini dari negara-negara jajahannya untuk dibawa pulang ke negara matahari terbit itu.
Itu sebabnya jika ada gedung sekolah, rumah sakit, atau bisa juga asrama pelajar, yang berasal dari bangunan peninggalan masa lalu, sering kali diganggu oleh munculnya pasukan tentara yang sedang berpatroli, membawa rantai, atau bahkan hantu tentara tanpa kepala yang hilir mudik setiap waktu... Hal-hal semacam itu membuat orang kampung banyak yang membicarakannya dan mengatakan bahwa dulunya kawasan itu adalah lokasi pendudukan tentara Jepang, kuburan tentara Jepang, kamp bangsa Jepang dan sebagainya.
Rumah sakit tempat Syamsul Bahri bertugas dahulu juga sering diganggu oleh arwah para tentara yang tidak bisa pulang ke kampung halamannya tersebut. Itu adalah tempat peristirahatan terakhir mereka. Banyak yang mengatakan bahwa batu-bata yang digunakan untuk membangun gedung itu mengandung campuran darah dan tulang. Hal tersebut menjawab pertanyaan bagaimana darah dan tulang di dalam batu-bata itu berkaitan dengan arwah-arwah yang bergentayangan di dalam bangunan tersebut.
Mengenai emas Yamashita, semasa penjajahan Jepang, semua harta dan emas ini dilebur dan dibawa pulang ke Jepang. Itulah sebabnya mengapa negara Jepang menjadi kaya, karena memiliki stok emas yang dirampasnya dari negara-negara jajahan.
Tetapi bagaimana dengan nasib emas yang gagal dibawa pulang ke Jepang karena perang telah usai? Konon kabarnya, mereka menggali tergesa-gesa dan menanam semua emas tersebut di lokasi yang mereka duduki dan lokasi itu di “jaga” oleh “penjaga-penjaga” setia ini.
Bagi orang biasa, cerita ini bisa jadi cukup mengejutkan, tapi bagi para pemburu harta, hal ini adalah perkara yang biasa saja.
Tentang penampakan hantu tentara Jepang, memang telah banyak dibicarakan orang. Ada yang pernah melihatnya langsung, ada yang pernah kerasukan dan sebagainya. Di mana lokasi kejadian itu? Tentulah di kawasan tempat mereka dilebur bersama dan dijadikan bangunan. Tapi di mana? Pecahkanlah sebuah batu bangunan, lalu ambil dan lihatlah kemungkinan ada tulang yang bercampur dengan batu-bata itu. Itulah penjaga setia mereka.
Kisah ini adalah kisah yang ditulis dari pengalaman Syamsul Bahri tentang arwah tentara yang gentayangan semasa ia bertugas di sebuah rumah sakit yang belakangan ia ketahui bahwa bangunan rumah sakit itu dulunya dibangun oleh pasukan tentara Jepang dan merupakan peninggalan bangsa penjajah tersebut. Selain itu, kisah ini juga dikutip dari para pengkaji sejarah Jepang di Malaysia.
Boleh percaya boleh tidak, tetapi kalau ada yang menyebut-nyebut tentang hantu tentara Jepang, semua orang yang mendengarnya pasti akan tahu.
Jadi kalau ada yang mencari-cari di mana kuburan para tentara Jepang di masa penjajahan dulu, tidak perlu repot. Cukup dengan menemukan bangunan peninggalan jaman Jepang, maka itulah kuburan mereka.
Nah... ada yang berani tidur dalam bangunan seperti itu tengah malam?
Jangankan tengah malam. Siang hari bolong pun para arwah gentayangan itu juga berpatroli di Memorial Perang Jepang di Batu Maung, Pulau Pinang. Setidaknya begitulah pengakuan beberapa orang yang telah menyaksikan sendiri keberadaan para arwah tentara yang gentayangan tersebut.
No comments:
Post a Comment