Pak Sobari dan istrinya sudah menikah selama hampir sepuluh tahun, namun hingga kini belum juga dikaruniai seorang pun momongan. Semula, di tahun-tahun pertama pernikahan mereka, hal ini sering menjadi masalah yang membuat kedua pasangan ini terlibat dalam perdebatan yang cukup sengit. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia mereka berdua, pak dan bu Sobari sudah semakin ikhlas dan pasrah. Bagi mereka kini, diberi momongan ya bersyukur, tidak pun juga tak apa.
Dan mungkin juga rasa ikhlas dan pasrah inilah yang membuat hidup mereka selama ini menjadi lebih tenang dan adem ayem saja. Hingga suatu ketika, ketenangan itu mulai goyah karena sikap bu Sobari yang mulai berubah.
Entah karena penghasilan pak Sobari yang dari dulu hingga sekarang cuma segitu saja, ataukah karena pergaulan bu Sobari yang membuat kebutuhan hidupnya serasa semakin bertambah saja. Terutama semenjak bu Sobari bergabung dengan kelompok ibu-ibu cantik-manis di komplek perumahan tempat domisilinya.
Suatu kali pak Sobari pernah mengeluh karena kekayaan tetangga kiri dan kanan ternyata mulai mengusik istrinya. Bu Sobari merasa kurang nyaman melihat bu Supri tetangga sebelah kiri rumahnya membeli sebuah mobil baru lagi.
“Padahal bu Supri itu kan tidak mempunyai anak dan tidak bekerja, masa harus mempunyai mobil dua unit,” omel bu Sobari mengomentari mobil baru bu Supri.
Belum genap seminggu omelan bernada sirik, iri, dengki tersebut berhenti, eh… kemarin bu Sobari siang-siang menelpon pak Sobari di kantor hanya untuk mengabarkan bahwa tetangga mereka bu Iskandar juga menukar mobil lawasnya dengan sebuah mobil merek Toyota keluaran terbaru. Pak Sobari hanya menghela napas panjang seraya berujar lembut,
“Bu, rejeki orang kan berbeda-beda, ayah belum mampu menukar mobil butut kita. Doakan saja ayah banyak rejekinya ya,” tutur pak Sobari menenangkannya.
Boro-boro tukar mobil, lha yang namanya mengecat rumah saja sudah dua tahun ini belum bisa dilakukan oleh pak Sobari yang lebih mementingkan perbaikan atap genting rumahnya terlebih dulu, apalagi sebentar lagi sudah memasuki musim penghujan. Jika masalah atap rumah sudah selesai ditanganinya, niscaya tidak akan ada lagi gangguan seperti bocor dan sebagainya yang secara tidak langsung bisa saja merusak keharmonisan rumah tangganya. Bayangkan saja biaya yang harus di siapkan oleh pak Sobari untuk memperbaiki sektor-sektor vital di rumahnya agar berfungsi normal selama musim penghujan nanti seperti perbaikan atap rumah, sampai kebersihan saluran selokan di depan rumah.
Pak Sobari kemudian terkenang akan masa lalu yang indah, dan mulai bercerita.
Bu Sobari ia nikahi 9 tahun yang lalu, tapi dulu ia memilih bu Sobari untuk menjadi istrinya karena kelembutan dan kesederhanannya, dan ketika itu bu Sobari juga sangat pengertian dan memahami dirinya. Tapi kok seiring berkembangnya waktu, bu Sobari jadi berubah? Ia kini sangat materialistis, segala sesuatu dilihat dari jumlah rupiah semata. Untung ia tak mengenal dollar Amerika, jika saja ia tahu berapa nilai tukar Dollar atau Euro terhadap rupiah mungkin ia akan berubah haluan dan mengukur segalanya dari mata uang tersebut.
Hal lain yang juga mulai menjengkelkan pak Sobari adalah kini bu Sobari sering merengek-rengek untuk meminta perhiasan tambahan karena ia malu, teman dan tetangga mereka sering berganti-ganti model perhiasan sedangkan yang dimiliki bu Sobari tak pernah berubah gaya sejak sembilan tahun yang lalu, maklumlah itu adalah mas kawin pernikahan mereka.
Tak berhenti sampai di situ, Bu Sobari juga mulai sering menelpon pak Sobari ke kantor dan meminta ijin membeli tas, sepatu atau kosmetik yang ditawarkan oleh teman-teman arisannya. Jengkel juga sih jadinya dan beberapa kali pernah pak Sobari membentak istrinya agar tidak menganggunya lagi di kantor untuk urusan seperti itu. Namun bu Sobari bersikeras dan terus-menerus merengek.
Pernah suatu ketika saat pak Sobari sedang rapat, dan bu Sobari menelponnya untuk hal-hal semacam itu lagi. Karena jenuh dengan gangguan istrinya itu, pak Sobari pun meng-iya-kan saja permintaan istrinya. Walhasil begitu pak Sobari pulang dari kantor sudah ada ibu Lasmini yang menunggunya di teras rumah sambil menyodorkan tagihan barang yang telah diambil oleh istrinya, walau bisa dikredit selama 3 bulan namun caranya benar-benar menjengkelkan perasaan pak Sobari.
Suatu hari, bu Sobari meminta ijin untuk pergi bersama teman-teman arisannya ke Jawa Timur, katanya untuk menghilangkan kejenuhan. Karena pak Sobari juga kasihan melihat istrinya terkungkung di rumah terus maka ia mengijinkannya untuk pergi beberapa hari ke Surabaya. Bahkan pak Sobari juga memberi uang saku untuk keperluan bu Sobari selama berjalan-jalan di sana.
Empat hari kemudian bu Sobari sudah pulang, ia membeli beberapa oleh-oleh berupa makanan untuk pak Sobari. Tak henti-hentinya ia berceloteh tentang pengalaman yang didapatnya selama dalam perjalanan. Namun ia juga menangis menceritakan bahwa kalung yang merupakan mas kawin mereka hilang, entah terjatuh dimana. Walaupun sebenarnya pak Sobari merasa sangat kesal karena kalung tersebut adalah satu-satunya sisa dari mas kawin mereka namun mau bilang apa lagi.
Lagipula siapa yang mau kehilangan, coba?
Sejak kepulangan bu Sobari dari Jawa Timur, pak Sobari merasa ada yang agak aneh pada sikap istrinya itu. Sepertinya bu Sobari menjadi berubah. Karena setiap pagi-pagi sekali istrinya itu sudah pergi keluar rumah untuk jalan-jalan pagi. Katanya ingin berolahraga agar menjadi langsing kembali. Belum lagi di dapur, teronggok bunga-bungaan tujuh rupa beserta kemenyan dan rokok kretek yang diletakkan di tampah dari anyaman bambu. Malah sudah beberapa kali ini di setiap malam Jumat pak Sobari mencium bau asing yang sangat menyengat hidungnya. Ternyata bu Sobari sedang membakar kemenyan sambil membisikkan beberapa kalimat yang asing terdengar di telinga. Bahkan setiap malam bu Sobari mulai suka menyendiri di teras rumah dengan lampu yang dimatikan total, ia duduk-duduk saja, sesekali tertawa atau berkata-kata sendiri.
Tentu saja pak Sobari merasa terusik dengan perubahan aneh yang terjadi pada istrinya itu. Dan ia bersikeras tak akan membiarkan istrinya menjadi gila, maka suatu malam di saat suasana sudah sepi dan lebih tenang, pak Sobari mencoba mengajak istrinya bicara dan menanyakan perubahan yang terjadi pada dirinya. Tetapi bu Sobari diam saja dan berkilah bahwa belum waktunya ia menjelaskan. Berkali-kali pak Sobari mendesak istrinya dan ia juga menyatakan keberatannya dengan adanya bunga tujuh rupa dan bau kemenyan yang setiap malam menyengat hidung, namun bu Sobari tak bergeming. Ia hanya menunduk dalam-dalam sambil berucap,
“Bapak tenang sajalah, nanti kalau sudah ada hasilnya bapak juga bakal berterima kasih kepadaku…”
Beberapa minggu kemudian sepulang dari bekerja pak Sobari melihat ada sebuah kotak berisi kue donat dari sebuah toko donat terkenal di Jakarta.
“Dari siapa donat ini, Bu?” tanya pak Sobari sambil mengambil sebuah donat yang berwarna coklat.
“Aku yang beli tadi, sekalian jalan-jalan ke mal bareng bu Iskandar yang mencoba mobil barunya,” jawab bu Sobari ketus.
Minggu depannya lagi, ada DVD, tas, sepatu, baju, lauk mewah dari restoran terkemuka dan beragam barang baru di rumah. Tentu saja pak Sobari jadi heran dan mempertanyakan dari mana asal-muasal barang-barang tersebut.
“Ya jelas beli dari mal dong Paak… emangnya saya mencuri!!!” teriak bu Sobari dari kamar mandi.
Dengan marah pak Sobari menggedor pintu kamar mandi dan meminta istrinya agar menjelaskan dari mana uang untuk membeli barang-barang tersebut.
“Sumpah, aku tidak menjual diri, ini adalah uang hasil dari perjuanganku,” isak bu Sobari saat pak Sobari menampar pipinya.
“Perjuangan seperti apa…?! Apa maksud semua ini hah…?!! Jelas sekali Ibu tidak bekerja dan kita hanya hidup dari gajiku yang pas-pasan!!” teriak pak Sobari tak kalah sengitnya.
“Aku memelihara tuyul Pak, karena aku lelah oleh kemiskinan yang mendera kita. Aku juga ingin mempunyai barang bagus seperti milik tetangga. Aku telah menjual kalung emas kita dan memberikannya kepada dukun sakti di Jawa Timur sebagai mas kawin untuk mendapatkan bantuan tuyul. Dan tuyul itulah yang mencari uang buat kita Pak,” jelas bu Sobari di sela-sela isak tangisnya.
“Tiap pagi aku harus membawa tuyul itu jalan-jalan dan di malam hari aku memberinya makan dengan bunga tujuh rupa lengkap. Aku juga harus menggendongnya jika malam tiba, makanya aku selalu melewatkan tengah malam duduk di teras rumah dan sesekali harus menyusuinya,” terangnya lagi.
Blarrr…!!!
Bagaikan tersambar halilintar, pak Sobari merasa sangat kaget dibuatnya. Ia pandangi istrinya tanpa berkedip, rasanya tak mungkin perempuan yang telah dinikahinya selama ini berubah drastis 180 derajat. Di mana kesederhanaan yang dahulu memikat hatinya? Di mana kelembutan yang dulu telah mencuri hatinya? Istrinya memelihara tuyul hanya karena iri dengan kemewahan yang dimiliki oleh para tetangganya. Pak Sobari tertegun cukup lama dan tak mampu berucap sepatah katapun. Ia merasa sungguh lelah lahir batin. Pak Sobari pun akhirnya memutuskan untuk meminta istrinya memilih, keluarga atau tuyul tersebut.
Mari kita hindari mencuri harta orang lain dengan memanfaatkan tuyul atau pesugihan apapun. Insya Allah urusan dunia tidak ada jalan buntu selama kita tetap gigih berusaha dan bersabar dalam menjalani hidup.
No comments:
Post a Comment