Hamdan dan Nurjanah adalah sepasang suami-istri yang belum lama menikah. Pasangan tersebut belum mempunyai tempat tinggal sendiri, mereka masih mengontrak di sebuah rumah dekat tempat kerja Hamdan di Kampung Melayu. Mereka tidak perlu membayar penuh biaya kontrak rumah, tapi hanya separohnya saja karena rumah tersebut milik kerabat Nurjanah, istri Hamdan.
Namun belum genap empat bulan tinggal di rumah tersebut, mereka harus kebingungan mencari tempat tinggal baru, karena sewaktu banjir besar melanda Kampung Melayu, rumah yang mereka tempati tersebut roboh karena temboknya rapuh gara-gara terlalu sering terendam banjir.
Karena tidak ada biaya membangun kembali rumah yang roboh tersebut, akhirnya merekapun terpaksa menumpang di rumah sempit milik orang tua istri Hamdan. Masyarakat di kampung istri Hamdan itu ternyata ramah dan memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi. Mereka tanpa diminta langsung memberikan bantuan walau ala kadarnya kepada pasangan yang baru tertimpa musibah itu. Hamdan pun bisa mudah akrab dengan mereka, baik yang tua maupun anak-anak muda. Mereka hidup rukun dan damai, saling bantu tanpa pamrih kepada siapapun yang membutuhkan bantuan.
Mereka rupanya memperhatikan kehidupan Hamdan-Nurjanah yang tidak punya tempat tinggal. Suatu ketika, salah seorang tokoh masyarakat di kampung itu yang bernama Haji Somad mengajak Hamdan berbicara empat mata.
“Begini Mas Hamdan, sebelumnya saya mohon maaf dan mohon mas Hamdan jangan tersinggung.” katanya kepada Hamdan.
Tentu saja Hamdan kaget dan bertanya,
“Maaf Pak, apa saya ada kesalahan kepada warga di sini?” tanya Hamdan.
“Bukan begitu maksudnya, Mas Hamdan sama sekali tidak ada kesalahan kepada warga, tapi begini Mas, sekali lagi mohon maaf, kami warga di sini ingin sekali Mas Hamdan sekeluarga punya tempat tinggal yang agak luas, kalau di rumah bu Romlah kan ramai dan sesak, banyak saudara yang tinggal di satu rumah. Sementara di kampung kita ini ada rumah kosong yang tidak ditempati, tapi keadaannya ya tidak terawat. Kami para warga menginginkan agar Mas Hamdan sekeluarga saja yang tinggal di rumah itu. Bagaimana Mas?” kata Haji Somad.
Hamdan merasa lega, gembira dan bercampur haru, lalu Hamdan berkata kepada Haji Somad,
“Alhamdulillah, saya sangat berterima asih kepada seluruh warga dan para pimpinan di kampung ini. Ya Pak, saya akan tinggal di situ.”
Mendengar jawaban tersebut, Haji Somad berbinar dan memeluk Hamdan sambil berkata,
“Terima kasih Mas, semoga Mas Hamdan bisa kerasan di kampung ini, nanti kami akan bergotong-royong membersihkan rumah itu”, kata Haji Somad.
Hamdan sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi saking terharunya.
Esok paginya, Hamdan dan istrinya bersama warga kampung bergotong-royong membersihkan rumah tersebut. Menjelang sore, rimbunan rumput alang-alang yang setinggi bahu yang tumbuh di sekeliling rumah sudah dipotong bersih, rumah juga sudah dikapur sehingga terlihat putih bersih, sangat nyaman terlihat. Selesai bergotong-royong, merekapun pulang ke rumah masing-masing. Rencananya, esok hari Hamdan dan Nurjanah akan pindah dari rumah Bu Romlah (ibunya Nurjanah) ke rumah yang baru tersebut.
Esok harinya, jam 06.00 pagi Hamdan menengok rumah baru yang akan mereka tempati itu, dan ternyata di sana sudah ada beberapa warga yang berdiri di depan pagar rumah. Begitu melihat kedatangan Hamdan, beberapa warga bergegas menghampirinya, salah satu dari mereka berkata,
“Kenapa bisa begini ya Mas, ada apa ini, bukannya kemarin sudah kita bersihkan bareng-bareng?” katanya.
“Memangnya ada apa Pak?” tanya Hamdan heran.
Hamdan memang belum sempat melihat ke rumah tersebut karena sudah terburu dicegat oleh warga.
“Itu Mas, coba lihat, rumah itu kembali seperti semula, sama seperti sebelum dibersihkan, rumput tinggi lagi, dinding kotor lagi, kenapa bisa begitu?” katanya dengan penasaran.
Dan benar, saat Hamdan melihat rumah itu, ternyata berantakan lagi seperti ketika belum dibersihkan oleh warga. Lalu Hamdan berkata kepada mereka,
“Tenang Bapak-bapak, kalau memang Allah Yang Maha Kuasa memberikan rumah itu kepada saya, pasti ada jalan. Maklum, rumah itu sudah lama kosong, bisa saja ada penunggunya.” kata Hamdan kepada mereka.
“Terus bagaimana Mas?” kata salah seorang dari mereka.
“Begini Pak, Bapak-bapak dan warga semua tenang saja, mungkin saya harus “PERMISI” dulu kepada para penunggu rumah itu sebelum menempatinya. Saya hanya mohon doa dan restu seluruh warga, saya akan masuk ke dalam rumah itu sendirian, sebaiknya jangan ada yang ikut masuk.” jawab Hamdan.
Lalu, dengan mengucap basmalah dan salam kepada para hamba Allah yang sholih, Hamdan pun masuk ke dalam rumah itu, begitu sampai di dalam, muncul banyak ular memenuhi ruang tamu, lalu Hamdan mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW serta salam kepada Nabi Nuh Alaihissalam. Tak berapa lama kemudian, ular-ular itu pun menghilang entah ke mana, dan tiba-tiba muncul sesosok makhluk berbadan manusia berkepala ular dan berekor seperti ular dan berkata,
“Apa maksudmu datang ke sini?”
Hamdan pun menjawab dengan pertanyaan,
“Apa maksudmu menempati rumah kami? Ini adalah hak kami, bukan hak kamu, hak kamu bukan di sini. Kembalilah ke alammu.” jawab Hamdan.
Lalu Hamdan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, serta salam kepada Nabi Sulaiman Alaihissalam. Aneh sekali tapi benar-benar nyata, dalam sekejap mata, rumah itupun kembali bersih seperti kemarin waktu usai mereka bersihkan. Saat itu juga Hamdan dan Nurjanah pindah ke rumah tersebut dibantu warga, dan merekapun dengan sukacita menempati rumah baru tersebut.
No comments:
Post a Comment