Kisah mistis ini dialami oleh Made Sukandar, warga Jl. Kapas, Gianyar, Bali. Ia adalah mantan pengurus bidang organisasi Kelompok Pemuda Pecinta Alam (KPPA), di kampungnya. Ia mengaku pernah dijahili makhkluk halus, sehingga membuatnya tak ingat apa yang terjadi selama beberapa jam.
Ternyata bukan hanya Made Sukandar saja yang pernah dijahili makhluk halus yang membuat orang jadi linglung. Teman baiknya, Ketut Diyana, dan salah seorang kerabatnya, Ida Bagus Purna juga mengalami nasib yang sama. Berikut ini kisah Made Sukandar.
Sehari-harinya Made Sukandar atau yang akrab disapa dengan julukan Mandar ini tercatat sebagai mahasiswa di jurusan studi dan ekonomi pembangunan Falkutas Ekonomi di sebuah perguruan tinggi terkemuka, di Bali. Jarak tempat kuliahnya dari rumah, sebenarnya cukup jauh. Namun, terasa begitu dekat, karena setiap pulang pergi kuliah, Mandar mengendarai sepeda motor.
Setiap hari, Mandar berangkat naik motor bebek yang saat itu sangat digandrungi anak-anak muda. Sepeda motor kecil ini menjadi kebanggaannya. Ia memberimya nama “NONA”. Selain dipakai untuk kuliah, ia juga memanfaatkan Nona untuk mejeng.
Si Nona ini membuat Mandar semakin percaya diri. Nona adalah kekasihnya yang sangat ia sayangi. Karena itu, motor kecil berwarna merah menyala ini selalu tampak bersih dan mengkilat, karena memang selalu ia bersihkan, ia pandangi, dan ia usap-usap, serta ia belai dengan penuh kasih sayang.
Mandar juga aktif di organisasi kemahasiswaan di kampus. Sehingga hampir setiap hari ia berada di kampus, meskipun tak ada kegiatan perkuliahan. Mandar sering menjadi duta ke berbagai tempat mewakiliki organisasinya.
Suatu hari, Mandar ditugaskan oleh ketua organisasi mahasiswa untuk menjemput seorang tamu, gadis asal Kulonprogo, Yogyakarta. Seperti biasa, Mandar tidak pernah menolak tugas. Dan kali ini pun dengan senang hati Mandar memacu si Nona dari rumahnya untuk menjemput si gadis.
Jum’at petang itu, udara terlihat mendung. Awan hitam beriringan di langit yang kelabu. Ada segumpal awan tampak keluar dari kelompoknya. Kemudian ia berubah menjadi titik-titik air. Perlahan tapi pasti, titik-titik air itu pun jatuh ke bumi. Dan rintik hujan pun menerpa wajah Mandar. Begitulah gerimis mempercepat senja di saat itu.
Namun, hujan dan senja yang mulai temaram tidak mampu menghalangi Mandar untuk pergi melaksanakan tugas. Setibanya di Jl. Kasuari Barat, Mandar mencari gadis yang akan dijemputnya itu. Menurut informasi yang diberikan kepadanya, gadis tersebut akan menanti Mandar di depan kolam renang Tirta Sari yang terletak di sebelah Timur gedung SLB Autis, tidak begitu jauh dari Toko Besi Agung Abadi.
Mandar menyandarkan si Nona di dekat sebuah pohon di depan SLB Autis yang letaknya cukup strategis untuk mengawasi mereka yang lalu-lalang di depan kolam renang Tirta Sari, dan ia berdiri di sampingnya sambil memperhatikan lokasi tempat si gadis akan berdiri di sana menunggu jemputan darinya.
Tak terasa, sudah hampir dua jam Mandar menanti, gadis yang ia tunggu tak kunjung datang. Mandar pun mulai kesal karenanya. Apalagi di depan gedung sekolah yang dibangun tahun 1916 ini memang suasananya cukup menyeramkan. Pohon-pohon besar berjejer di sepanjang jalan tersebut. Tak seorangpun yang ia lihat lewat di jalan yang lengang ini. Mandar jadi setengah menyesal karena telah memilih tempat menunggu yang kurang asyik. Tapi mau bagaimana lagi, tempat ini adalah satu-satunya lokasi yang tepat untuk bisa melihat apakah gadis yang akan dijemputnya nanti sudah ada di sana atau tidak.
Suara jangkrik terdengar mengerikan serasa mengiris hati Mandar, dan burung malam terdengar bersuara parau seperti suara sengau setan yang baru bangkit dari tidurnya yang lelap. Suasana yang terasa kian menyeramkan itu membuat Mandar jadi ingat bahwa malam itu adalah malam Jum’at Kliwon. Konon, di malam inilah hantu dan setan gentayangan mencari mangsa manusia yang lemah imannya.
Karena sudah menunggu sangat lama, lamaaaaa... sekali, bagaikan seabad menurut Mandar, sedangkan gadis yang akan dijemputnya tak kunjung kelihatan batang hidungnya, maka Mandar memutuskan untuk segera pulang.
Dengan merasa sedikit kesal dan patah semangat, sambil menggerutu ia naiki si Nona. Kemudian mesinnya ia hidupkan.
Aneh...
Karena bersamaan dengan itu, tiba-tiba hembusan angin dingin menerpa wajahnya. Sejenak wajah Mandar terasa membeku. Matanya perih, hidung terasa mau bersin tapi tertahan, mulutnya kelu, telinganya berdengung. Tiba-tiba ia merasa ada sebuah benda yang sangat dingin, sedingin es, menclok di kuduknya.
Ya... bulu kuduknya langsung meremang.
Tak lama kemudian ada lagi sesuatu yang asing bersandar di punggungnya. Rasanya berat dan sangat dingin. Sadel motornya sedikit bergoyang seperti ada orang yang naik ke sadel lalu duduk membonceng di belakang Mandar. Mandar ketakutan. Ia tidak berani menoleh ke belakang. Dan ia pun memutuskan untuk bergegas pulang ke rumahnya, karena orang yang akan ia jemput tak ada di tempat.
Mandar memacu motornya. Beban di punggung dan kuduknya terasa makin dingin dan memberat.
Aneh... Meski ada beban berat, tapi motornya malah melaju sangat cepat, seolah-olah mendapat tambahan tenaga yang sangat dahsyat.
Menurut perasaannya, motor melaju ke arah barat, menuju ke rumahnya. Namun tak lama kemudian, Mandar pun tersadar bahwa jalan yang dilaluinya bukannya membawa dirinya pulang menuju ke rumah, tapi malah sampai di sebuah jalan yang menanjak tajam. Sekelilingnya gelap gulita. Dari kejauhan Mandar melihat seekor kunang-kunang yang sedang terbang kepayahan. Sepertinya kunang-kunang tersebut terbang mendekat tetapi ternyata makin menjauh. Mandar jadi sangat heran, karena rumahnya bukan di tempat ini.
Setelah berputar-putar tak tentu arah, lama-lama Mandar merasa kepalanya makin berat. Rasa takut yang menguasainya pun semakin menjadi-jadi hingga akhirnya Mandar pun jatuh pingsan.
Entah sudah berapa lama Mandar pingsan. Ketika sadar, ia mendengar suara adzan Subuh sedang berkumandang. Mandar sangat terkejut. Karena ia tergolek di pinggir jalan tidak jauh dari alun-alun...
Mandar melirik motornya masih ada di sisinya, dingin dan diselimuti kabut.
Ternyata Mandar tidak pulang ke rumahnya di Jl. Kapas, tetapi rupanya ia dibawa oleh makhluk halus menuju ke alun-alun. Waktu hal ini ia ceritakan kepada temannya, Ketut Diyana, ia juga kelihatan kaget.
“Pasti kamu dijahili setan, Ndar!” kata Ketut Diyana serius.
Ketut Diyana bercerita, beberapa tahun yang lalu ia juga pernah dijahili makhluk halus, saat melewati Jl. Kasuari Barat di waktu malam.
Dikisahkan, malam Jum’at Kliwon itu Ketut Diyana pulang dari rumah temannya dengan naik becak. Tetapi becak yang membawanya mengambil jalan yang berputar-putar hingga membuat Ketut hilang kesabaran. Ketut ingin menegur si tukang becak, tetapi saat melihat ke belakang, Ketut Diyana terkejut, karena becak itu tak ada pengemudinya. Ia bahkan tidak tahu kapan si pengemudi becak menghilang. Ketut Diyana langsung turun dari becak dan lari tunggang-langgang.
Namun sungguh aneh... Ketut Diyana bukannya lari menuju arah barat menuju ke rumahnya, tetapi malah kabur ke arah timur, dan kemudian sampai di daerah alun-alun, persis di tempat Mandar pernah tergolek pingsan. Sampai di situ tentu saja Ketut Diyana langsung pingsan akibat kelelahan.
Lain lagi yang dialami seorang kerabat Mandar yaitu Ida Bagus Purna. Malam itu, ia lewat di Jl. Kasuari Barat. Di pinggir jalan yang sepi itu ia tidak melihat satu orangpun selain seorang tukang jualan Bandrek. Bagus Purna kemudian mampir sejenak untuk membeli Bandrek. Namun minuman khas Sunda yang biasanya hangat itu, ternyata terasa sedingin es di lidah Bagus Purna.
Anehnya, minuman yang terbuat dari jahe itu mengepulkan asap. Bahkan tubuh si pedagang Bandrek juga tampak diselimuti asap putih tebal. Sejenak kemudian bau kemenyan mulai tersebar. Wajah Bagus Purna langsung berubah pucat pasi. Tubuhnya menggigil seperti orang meriang. Ia kemudian lari terbirit-birit.
Namun, meskipun ia lari sekuat tenaga, tapi raganya masih tetap saja berada di Jl. Kasuari Barat. Sampai akhirnya ia pingsan. Berhari-hari rasa dingin Bandrek di bibir Ida Bagus Purna tetap melekat. Sejak saat itu, Bagus Purna menyatakan tabu lewat jalan itu. Terutama kalau hari sudah menjelang malam.
Di siang hari pun, Bagus Purna seperti enggan melalui jalan tersebut. Bahkan, ketika anak tertua Ida Bagus Purna diterima di SMAN yang terletak di Jl. Kasuari Barat itu, ia tidak mau pergi ke sana untuk mendaftarkannya. Jadi, terpaksa istrinya lah yang berangkat untuk mengantar anaknya mendaftar ulang.
Itulah sepenggal kisah tentang betapa usilnya makhluk halus di jl. Kasuari barat, sehingga ada sebagian orang yang jadi enggan lewat di jalan tersebut... Tapi sebenarnya itu semua terpulang kepada manusia. Selama manusia selalu menjaga keimanan dan selalu ingat kepada Tuhan, niscaya berbagai gangguan dari makhluk halus itu tidak akan mampu menembus pertahanan manusia.
No comments:
Post a Comment