Thursday, September 5, 2019

Camp Sinam Pulau Galang yang Angker (Batam)


Lokasi bekas pengungsian manusia perahu dari Vietnam atau yang dikenal dengan Camp Sinam Pulau Galang banyak menyimpan cerita misteri. Beberapa cerita mengerikan bermunculan sepeninggal para pengungsi Vietnam yang pergi ke negara ketiga dan kembali ke negaranya. Saat ini sejumlah kenangan, seperti bangunan-bangunan rumah, sekolah, rumah sakit, serta tempat ibadahnya masih bisa dilihat disini. Beberapa bangunan yang kini masih terawat diantaranya Vihara Quan Am Tu, Gereja Katholik Nha Tho Duc Me Vo Nhiem, Gereja Protestan, dan juga mushola. Selain itu Vihara Quan Am dan bangunan yang lain seperti tempat tinggal pengungsi, rumah sakit, dan kantor UNHCR sudah terlihat hancur. 

Orang Vietnam mengungsi ke Camp Sinam yang terletak di Pulau Galang, Kepulauan Riau sekitar tahun 1979. Pada saat itu tengah berkecamuk perang saudara di negera mereka. Dari pusat Kota Batam, lokasi ini bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi, butuh waktu kurang lebih satu jam untuk sampai kesana. Kini lokasi tersebut dikelola oleh BP Batam dan dijadikan situs bersejarah. Hampir setiap pekan Camp Vietnam  kerap dikunjungi warga Batam maupun luar Batam bahkan wisatawan asing. Untuk masuk ke lokasi, para pengunjung biasanya harus membayar uang sejumlah Rp 10.000 untuk mobil dan Rp 5.000 untuk motor.

Seorang penduduk setempat bernama Sumardi yang bekerja di bekas pengungsian itu bercerita kalau banyak kejadian aneh yang ia temui sejak bekerja disana. Terutama semenjak lokasi tersebut tak lagi ditinggali oleh pengungsi dan ditinggalkan. Pernah ada kejadian mistis, seorang pengunjung yang sedang berswafoto di salah satu bangunan tempat terjadinya peristiwa pemerkosaan, tiba-tiba di kamera ponselnya muncul sosok penampakan yang diduga makhluk halus.

“Ada salah seorang pengunjung pengungsian yang tiba-tiba sakit setelah berswafoto di monumen kemanusiaan itu,” ujar Sumardi. Selain pengunjung, ia juga mengaku melihat hal yang mistis saat piket. Ia pernah melihat bayangan banyak orang, suara, rintihan, tangisan, tawa. “Tapi saya tidak terlalu memperdulikan hal tersebut,” katanya.

Sumardi mengatakan, di lokasi tersebut memang banyak cerita miris para pengungsi. Ia menambahkan, di lokasi tersebut terdapat 503 kuburan pengungsi Vietnam yang meninggal akibat wabah penyakit bawaan, dan tidak sedikit pula yang bunuh diri akibat depresi. “Tekanan kejiwaan, kriminalitas antar pengungsi sangat tinggi, seperti pemerkosaan, penyiksaan dan meninggal karena bunuh diri akibat depresi,” ungkap Sumardi.
Pada waktu itu, sambung Sumardi, hidup di pengungsian bagi mereka seperti hidup di neraka. Banyak yang tak tahan dan bahkan bunuh diri atau saling bunuh. Selain itu ada yang lebih miris. Di sekitar monumen yang dibuat UNHCR (United Nation High Commission for Refugees), terdapat patung kemanusian. Konon disana ada seorang pengungsi perempuan Vietnam (Tinhnhan Loai), yang nekat mengakhiri hidupnya setelah diperkosa oleh 7 orang pengungsi pria.

Sumardi menambahkan, ada juga kisah bunuh diri dengan cara membakar dirinya setelah ditolak sebagai pengungsi. Hal yang sama juga terjadi pada seorang Kopral Vietnam Selatan (Pokong), ia melakukan gantung diri setelah status pengungsi dan permohonan peninjauan ulang ditolak dan ada yang juga membakar dirinya di depan kantor UNHCR, menyabet perutnya dan membakar dirinya. “Macam-macam kisah pilu yang dialami ‘manusia perahu’ dulu. Dan dulu masyarakat di sekitar sini dilarang berinteraksi dengan pengungsi,” kata Sumardi.

No comments:

Post a Comment

La Planchada