Tuesday, January 19, 2021

NEK IMAH PENJUAL KACANG

(Gambar ini hanya ilustrasi)

Sore itu, Aku, Melly, Zaskia, dan adikku -Irene- sedang asyik bermain petak umpet di rumah tua Nek Imah. Sebuah rumah tua dan kosong yang sudah tidak dihuni lagi. Konon, rumah itu ditinggali oleh Nek Imah sebatang kara. Nek Imah memang tidak punya keluarga dan untuk membiayai hidupnya, Nek Imah berjualan kacang rebus di bawah pohon beringin di perempatan jalan desa.

Saking asyiknya kami bermain, hingga tak terasa waktu sudah menjelang maghrib. Beberapa saat kemudian terdengar suara kumandang azan magrib, namun kami belum terlihat tanda-tanda ingin pulang ke rumah masing-masing (namanya juga anak-anak, hehehe). 

“Wah udah maghrib nih... udahan yuuk... besok dilanjut lagi.”  Teriak Melly.

“Iya udahan aja yuk.” Sahut Zaskia. “Dita, kamu jadi singgah ke rumahku tidak, buku yang mau kau pinjam sudah aku siapin tadi siang.” Lanjut Zaskia padaku.

“Oke... yuk kita udahan. Aku jadi pinjam bukunya ya...” Jawabku.

Kemudian aku membujuk adikku Irene untuk ikut denganku ke rumah Zaskia yang berada tidak jauh dari rumah Nek Imah dimana tempat kami bermain.

“De’ ikut yuk ke rumah kak Zaskia ambil buku.” Bujukku pada adikku, Irene.

“Nggak ah kak, aku capek. Aku tunggu sini saja ya.” Jawab adikku.

“Beneran? Ga’ takut kamu sendirian?“ Tanyaku

“Enggak sama sekali...” Lanjutnya.

“Ya udah. Jangan kemana-mana ya. Tunggu kakak disini.” Pesanku pada Irene.

“Oke....” Jawab adikku singkat.

Kemudian sepeninggal aku, Irene duduk sendirian di teras rumah Nek Imah. Tiba-tiba datang seorang nenek tua dengan membawa barang dagangan mendekati Irene. Dia berniat mengajak Irene ikut dengannya dan membantu membawakan barang dagangannya ke perempatan desa.

“Nak... bisa bantuin nenek bawa barang dagangan ini ke perempatan situ tidak?“Kata nenek itu. “Nanti nenek kasih sebungkus kacang rebus hangat.” Lanjut nenek.

“Oh iya nek.... mari saya bantu.” Jawab Irene.

Dan mereka pun pergi tanpa ada yang melihat dikarenakan hari sudah menjelang malam dan orang kampung sebagian besar melaksanakan ibadah sholat magrib. Beberapa saat kemudian aku kembali ke rumah Nek Imah, dimana tempat kami dan adikku bermain tadi. Namun, sesampainya di rumah Nek Imah tidak aku temukan Irene disana. 

“Ir... Irene... dimana kamu... ayo kita pulang...” Teriakku memanggil-manggil adikku, tapi tidak ada jawaban sama sekali.

“Ayolah de’... hari dah mulai gelap nih.” Teriakku lagi.

Setelah beberapa saat aku menunggu dan adikku tidak muncul juga, akhirnya aku putuskan untuk pulang. “Ah paling adek sudah pulang duluan..” Pikirku saat itu.

Sesampai di rumah, betapa terkejutnya aku saat ibuku bertanya dimana adikku, Irene.

“Lho Dit, mana Irene?“ Tanya ibu.

“Bukannya sudah pulang bu, tadi ku lihat dia sudah tidak ada di rumah Nek Imah. Pikirku adek sudah pulang duluan.” Jawabku.

“Irene belum pulang dari tadi, makanya Ibu tanya sama kamu. Kenapa kamu tidak menjaga adikmu.” Lanjut ibu dengan nada agak kesal dan marah.

Kemudian aku menceritakan semuanya kepada Ibu bahwa Irine ditinggalnya sendirian di rumah Nek Imah karena aku harus mengambil buku di rumah Zaskia. Dengan cemas ibu segera memberitahukan kepada para tetangganya. Tak berselang waktu lama seluruh warga kampung langsung mencari Irene. Para penduduk yakin Irene dibawa dan disembunyikan makhluk halus.

Setelah beberapa jam mencari, akhirnya para warga menemukan Irine yang sedang tertidur di bawah pohon di perempatan desa yang berjarak sekitar 2 km dari rumah Nek Imah dimana Irene bermain tadi. Para warga langsung membangunkan Irene. Kemudian Irene ditanyai oleh Ibu siapa yang membawanya kesana. 

“Irene... kenapa tidur disini?“ Tanya ibuku kepada Irene.

Menurut Irene, tadi ia diminta membantu seorang nenek membawa dagangannya ke perempatan ini. Dan menurutnya kemudian ia juga membantu nenek itu menata dagangannya hingga serta membantunya menunggui dagangan hingga tak terasa ia tertidur.

“Saya diminta bantu nenek jualan kacang disini bu, hingga aku tertidur disini. Tadi tuh Irene mau pulang, tapi banyak pembeli jadi nenek itu memintaku untuk membantunya sebentar bu, dan memberiku imbalan sebungkus kacang rebus ini.” Cerita adikku sambil menunjukkan sebuah bungkusan yang katanya isinya kacang rebus.

Kemudian ibu mengambil bungkusan tersebut dan membukanya...

”Astaga... apa ini??“ Teriak ibu dengan heran.

Ternyata bungkusan tersebut tidak berisi kacang rebus melainkan beberapa kerikil. Para warga kampung pun merasa sangat yakin kalau Irene sedang dibawa oleh makhluk halus yang menyerupai nenek-nenek penjual kacang yang tidak lain adalah arwah Nek Imah. 


No comments:

Post a Comment

La Planchada