Malam itu begitu sunyi. Seorang mahasiswi IKIP Negeri Malang berjalan tergesa-gesa menyusuri lorong Asrama Putri kampus yang senyap. Tak ada suara lain yang bisa didengarnya kecuali langkahnya sendiri. Terhenyak dia mendengar ada suara pria yang menyapanya dari belakang: “Baru pulang dari rental komputer ya Mbak?” “Iya,” jawab dia sekenanya.
Mahasiswi ini bermaksud menoleh ke arah datangnya suara untuk mengetahui siapakah gerangan laki-laki yang menyapanya pada jam 11 malam, di Asrama Putri lagi. Namun, begitu dia menoleh, betapa terkejutnya dia, seolah berhenti detak jantungnya. Orang yang menyapanya ternyata laki-laki dengan pakaian hitam tanpa muka alias muka rata. Kedua kakinya seolah terhunjam ke perut bumi. Untuk beberapa saat dia hanya bisa mematung dan tak bisa menyadari apa yang terjadi.
Begitu kesadarannya mulai kembali, sekuat tenaga dia berlari menuju kamarnya. Tepat di depan kamarnya dia bertemu dengan Pak Karjo. Walaupun dari belakang, namun dia yakin sekali kalau laki-laki itu adalah Pak Karjo penjaga malam kampus ini. Pada jam-jam tengah malam, Pak Karjo melakukan ronda keliling area kampus tidak terkecuali Asrama Putri.
Untuk sejenak ketenangan mulai dapat dirasakannya. Sambil mengatur napas dia menyapa Pak Karjo, “Ronda Pak ?” “Iya Neng, ada apa kok berlari-lari seperti dikejar-kejar setan?” “Aku tadi bertemu dengan pria, namun ternyata mukanya rata, aku kira dia hantu atau mungkin aku berhalusinasi karena ke-capekan habis ngetik skripsi,” jawabnya.
Bayangan Pak Karjo mulai berjalan mendekatinya, dari temaram lorong Asrama Putri, mulai muncullah bayangan Pak Karjo yang berperawakan tinggi besar, “Apa seperti ini, Neng?” Menjeritlah mahasiswi ini, yang kontan membangunkan segenap penghuni Asrama Putri.
Inilah kisah seram yang diceritakan oleh Ririn kepadaku dan teman satu gengku yaitu Nadhir dan Yosi saat berkumpul di Perpustakaan Unibraw. Kami memang sekelompok mahasiswa Jurusan Fisika yang sangat berminat di bidang Fisika Teori. Oh ya, namaku Sakti. Aku adalah ketua geng ini. Kami memang sangat demen kumpul di perpustakaan. Di tempat inilah kami bisa dapat referensi buku Fisika Teori yang memang susah ditemukan di perpustakaan Jurusan Fisika maupun Fakultas MIPA. Kami mahasiswa Fisika Angkatan 1994. Kalau sudah kumpul di perpustakaan pusat, kami berempat bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk sekedar baca buku atau asyik mendiskusikan masalah-masalah Fisika Teori.
“Kalian percaya hantu?” tiba-tiba Yosi menanyakan sesuatu yang tak terduga oleh kami semua. “Itu hanya fenomena Quantum beda dimensi,” jawabku sekenanya. “Aku percaya, hantu adalah bagian dari yang ghoib yang harus kita Imani,” jawab Nadhir yang memang di antara kami berempat dia yang paling kuat agamanya. “Klo kamu, Rin?” tanya Yosi kepada Ririn yang paling penakut di antara kami, karena memang dia satu-satunya cewek. “Aku rasa hanya halusinasi, psikologis!” jawab Ririn yang segera ditimpali oleh Nadhir, “Dasar penakut!”
“Ngomong-ngomong, aku pernah dengar cerita ini tiga tahun yang lalu, sewaktu kita masih mahasiswa baru,” kataku melanjutkan obrolan yang mulai gayeng. “Ini memang kisah tiga tahun yang lalu,” jawab Ririn. “Kalian tahu nggak, kalau sekarang hantu muka rata itu sekarang sudah pindah ke ATM di depan perpustakaan pusat ini?” kata Ririn yang membuat kami bertiga terhenyak. “Berarti di sini?” tanya Yosi dengan gelisah, karena memang kami sedang ngobrol di bangku tunggu di depan perpustakaan pusat, tepat di sebelah timur ATM yang dibicarakan. “Kamu serius, Rin?” tanyaku yang hampir mirip terdengar seperti membentak. Ririn mengangguk dan kami semua terdiam. Walaupun belum malam, ini jam 7 malam yang berarti sebentar lagi perpustakaan akan tutup.
“Kalian belum pulang?” tanya Pak Alim, tukang bersih-bersih perpustakaan yang mulai menyapu teras perpustakaan seperti kebiasaanya menjelang perpustakaan tutup. “Iya Pak, sebentar lagi kami juga mau pulang,” jawabku sekenanya.
Sesampainya di kost Ririn, kami melanjutkan diskusi yang tadi terputus. “Bagaimana kalau kita coba buktikan keberadaan Hantu Muka Rata ini?” celetuk Nadhir. “Kamu gila ya? cari perkara saja,” timpal Ririn kesal. “Aku serius, gimana?” jawab Nadhir yang diiringi ajakan menempuh bahaya.
Sejenak kami terdiam, hanyut pada pikiran masing-masing. Namun, tak berapa lama kemudian Yosi berkata, “Aku mau.” Cepat-cepat aku menimpali “Aku juga!” “Bagaimana dengan kamu, Rin?” tanya Nadhir membuyarkan lamunan Ririn. “Okelah, aku ikut,” jawab Ririn agak terpaksa. “Baiklah sekarang kita pulang ke kost masing-masing, besok seusai kuliah Teori Relativitas Umum, kita ngobrol lagi tentang persiapan kita. Tempat berkumpul di perpustakaan jurusan, bagaimana?” kataku mengakhiri pembicaraan di kost Ririn. Semua mengangguk setuju.
No comments:
Post a Comment