Kejadian tak terlupakan ini aku alami ketika aku masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas, yaitu sekitar 5 tahun yang lalu. Pengalaman pertamaku mengenal yang namanya hantu ini aku alami ketika aku sedang melakukan pendakian bersama team Pecinta Alam di sekolahku.
Tepatnya di tahun 2009, aku bersama team Pecinta Alam sekolahku melakukan pendakian ke gunung Sumbing, Wonosobo, Jawa Tengah. Kami melakukan pendakian di bulan Desember bertepatan dengan musim penghujan.
Pendakian di mulai dari dukuh Kalikajar Garung dan mengambil rute jalur baru. Karena memang dari pos ini terdapat dua jalur pendakian yakni jalur lama yang agak landai medannya, dan jalur baru yang terjal dan curam jalannya. Kami berempat ditambah temanku dari anggota SAR-nya Sumbing, mulai mendaki setelah shalat Isya.
Sebenarnya kami tak mendapat izin dari team SAR karena cuaca buruk yakni hujan dan turun kabut. Tapi karena kami tak mau buang-buang waktu dan biaya, kami abaikan saja himbauan dari team SAR tersebut. Setelah bernegosiasi dan kami pun diizinkan naik tapi dengan syarat harus ditemani warga setempat.
Kebetulan salah satu anggota dari kami sudah ada yang kenal dengan beberapa personil tim SAR tersebut. Dan kami memilih ditemani personil tim SAR tersebut. Dengan iringan doa restu juru kunci dan teman-teman semua, kami berlima akhirnya bergerak menembus tebal dan gelapnya kabut.
Awalnya kami berlima enjoy-enjoy saja sewaktu melintasi ladang tembakau petani di bawah pos pasar setan, kami selalu bersama. Karena pengaruh suhu di gunung yang sangat dingin, aku pamit untuk kencing dahulu, dan teman-teman aku persilahkan jalan duluan, nanti aku nyusul di belakang.
Dengan sedikit terburu-buru aku lari ke semak-semak untuk menyelesaikan hajat. Begitu selesai kencing, aku lihat empat temanku masih menungguku, tadinya aku kira mereka sudah jalan duluan. Setia juga mereka, begitu pikirku. Akhirnya aku gabung lagi dengan teman-temanku untuk melanjutkan pendakian.
Sembari ngos-ngosan kami terus ngobrol ngalor ngidul, bersenda gurau sambil sekali-kali berhenti untuk minum. Hingga tak terasa perjalananku sudah sampai di padang rumput yang datar, posisi di bawah pos pasar setan. Teman-temanku minta waktu untuk istirahat sejenak sekedar untuk merokok dan makan cemilan. Akhirnya kita bongkar ransel logistik, kitapun makan snack dan minum minuman suplemen. Akupun menyulut rokok kretek sekedar untuk penghangat badan.
Belum habis rokokku sebatang, aku mendengar suara teriakan orang-orang memanggil-manggil namaku. Semakin lama semakin keras dan jelas suara teriakan-teriakan itu. Aku kaget campur heran, karena aku mengenali suara-suara yang memangil dan menyebut namaku. Suara temanku satu tim dan teman dari tim SAR.
Kalang kabut pikiranku waktu itu.
“Bukannya mereka sedang bersamaku sekarang? Kenapa suara mereka kedengaran sangat jauh…?” pikirku.
Keherananku jadi lebih tak karu-karuan ketika aku menengok ke belakang ke tempat empat temanku istirahat.
“Ya Allah…! KOSONG..!” teriakku.
Tak ada siapapun kecuali aku berdiri sendirian. Spontan berdiri semua bulu kudukku, hilang pikiran sehatku, rontok semua keberanianku. Dalam balutan ketakutan dan rasa masih tak percaya dengan yang kuhadapi, pelan-pelan aku tinggalkan tempat sialan ini. Aku naik menyusul suara teman-temanku yang memanggilku dari atas.
Begitu sudah agak jauh dari tempat kejadian, aku ambil ajian langkah seribu, lari tunggang langgang. Tak perduli gelap, banyak akar maupun batu dan jurang yang menganga di sepanjang jalan. Aku terus berlari jatuh bangun mendekati suara teriakan teman-temanku yang kedengarannya sudah ada di atasku.
Dengan tergopoh-gopoh dan mandi keringat -padahal suhu sangat dingin- aku temukan teman-temanku yang sudah menunggu. Kecemasan sangat jelas terlihat di raut wajah teman-temanku. Mereka mengira aku tersesat karena tak tahu jalan. Dan aku mengiyakan saja. Aku tidak mau mereka ikut-ikutan takut, apalagi sampai pendakian gagal. Dan malam itu kami buka tenda dan bermalam di pos Pasar setan.
No comments:
Post a Comment