Tuesday, August 27, 2019

Bertemu Mantan Guru yang Sudah Lama Meninggal (Cirebon)


Sebut saja Arifin, nama pria yang berkisah tentang pengalaman menyeramkan yang dia alami. Arifin adalah lulusan Fakultas Seni Rupa ITB yang sudah lama tidak pulang ke kampungnya di Cirebon. Sejak lulus kuliah dan diterima bekerja di sebuah perusahaan garmen terkemuka di Bandung, dia jarang pulang. Hal ini bisa dimaklumi mengingat posisinya sebagai seorang manajer desain yang super sibuk sehingga membuatnya kesulitan mencari waktu luang untuk berlibur.

Suatu hari Arifin mendapat cuti dari kantornya. Kesempatan itu dimanfaatkannya untuk mudik ke kampung halamannya di Cirebon. Pria yang pernah menyandang gelar juara melukis ketika dirinya masih duduk di bangku SMA itu  pulang dengan mengendarai mobil inventaris kantornya.  Saat tiba di Kota Cirebon, mobilnya melintas di depan rumah Pak Dirman, mantan guru dan Kepala SMA-nya dulu. Kebetulan tanpa sengaja, mantan gurunya itu sedang ada di halaman depan rumahnya. Arifin segera memperlambat laju kendaraannya, kemudian membuka kaca jendela mobilnya.

Mereka lalu saling bertatap muka, dan terlihat senyum ramah dari bibir sang mantan guru. Arifin lalu menghentikan sejenak kendaraannya. Arifin menyapa dengan mengucap salam “Assalamu’alaikum, apa kabar Pak ?” kata Arifin dari dalam mobilnya. “Wa’alaikum salam... kabar baik Rif balas mantan gurunya itu.

“Mampir dulu, Bapak sudah kangen sama kamu,” lanjut Pak Dirman. “Maaf Pak, Saya mau main ke rumah saudara dan teman dulu, nanti pulangnya pasti mampir kesini. Mari Pak, saya permisi dulu,” kata Arifin ramah, sambil kembali menginjak pedas gas mobilnya. Kemudian Arifin berkunjung ke beberapa rumah saudara dan sahabat lamanya.

Usai bersilaturahmi, lalu Arifin bermaksud memenuhi janjinya untuk berkunjung ke rumah Pak Dirman, mantan kepala SMA-nya itu. Setibanya disana, tampak pria gendut berusia setengah abad lebih yang rambutnya sudah hampir semuanya beruban itu masih terlihat berdiri di bawah pohon mangga, di tengah halaman rumahnya, sambil matanya menatap kosong  ke arah jalan. Arifin segera memarkir mobilnya persis di depan pagar rumah Pak Dirman. Tampak mantan gurunya itu terlihat sumringah melihat kedatangan Arifin. Lelaki tua itu segera datang menghampiri Arifin dengan jalan sedikit tertatih-tatih.

“Alhamdulillah akhirnya kamu mau mampir juga ke rumah Bapak ya Rif,” sambut Pak Dirman sambil menjulurkan tangannya mengajak Arifin bersalaman. Betapa terkejutnya Arifin ketika tangannya menyentuh tangan pria tua itu. Tiba-tiba tangannya terasa dingin sekali, seperti terkena gumpalan batu es. Sampai-sampai badan Arifin sedikit menggigil seperti orang demam. Anehnya lagi, tercium aroma tidak sedap yang bersumber dari badan mantan gurunya itu.Rasanya seperti bau bangkai tikus yang sangat menyengat. 

Terpaksa dia sedikit menahan nafas demi menjaga perasaan Pak Dirman.

“Maaf Pak, kok sepi sekali. Keluarga Bapak ada dimana?” tanya Arifin.

“Keluarga Bapak tidak ada disini Rif, mereka ada kesibukan masing-masing. Bapak sendiri saja di rumah. Oh ya, Bapak masih menyimpan lukisan yang dulu pernah kamu berikan. Lukisannya masih tersimpan di dalam. Ayo kita masuk ke rumah Rif,” jawab lelaki tua itu.

Mantan kepala SMA itu berjalan mendahului Arifin dengan badan sedikit membungkuk dan kaki kanan seperti agak pincang, sehingga jalannya terlihat miring tertatih-tatih. Anehnya, pria tua itu berbelok arah ke samping rumah, tidak masuk melalui pintu depan. Arifin segera mengikutinya sambil tangannya memegang hidungnya untuk menahan bau yang sangat menusuk hidung. Mereka lalu masuk lewat pintu samping yang tidak dikunci. Pria itu menunjukkan sebuah lukisan yang terpasang di dinding ruang tengah, hasil karya Arifin yang pernah diberikannya sebagai kenang-kenangan kelulusan sekolah dulu. Ada juga beberapa foto keluarga dan berbagai patung yang menghiasi ruangan itu. Pak Dirman mempersilahkan Arifin untuk duduk, kemudian dia pergi begitu saja ke lantai atas meninggalkan Arifin sendirian.

Beberapa saat lamanya Arifin dibiarkan sendiri di ruangan itu sendirian. Suasana terasa agak aneh, sepi dan semilir angin yang masuk terasa dingin sekali. Bau busuk masih menyengat hidung. Sambil menunggu Pak Dirman, Arifin hanya berdiri sambil memandang beberapa lukisan dan foto yang ada di dinding rumah tersebut. Sudah setengah jam berlalu, namun tidak ada tanda-tanda kalau Pak Dirman akan turun ke bawah. Arifin mulai gelisah dan perasaan tidak enak mulai menghantui perasaannya, tapi dia berusaha menepisnya dengan berpikiran positif. Pertahanan alumni ITB itu akhirnya mulai goyah, karena penghuni rumah itu lama tak muncul juga. Lalu Arifin mengambil inisiatif mencoba memberanikan diri memanggil Pak Dirman. 

“Pak Diirmaaaan!!! Paaak!! Maaf Pak, saya nggak bisa lama-lama disini, saya mau pulang,” teriak Arifin sambil menatap ke arah lantai atas. Beberapa kali pria yang pernah menjadi pendiri Forum Pelukis (FORKIS) Cimahi itu berteriak cukup keras, namun usahanya sia-sia belaka, tidak ada jawaban sama sekali dari lantai atas.

Tentu saja hal ini membuat dia bertambah bingung. Akhirnya Arifin memutuskan untuk pulang saja. Keanehan kembali terjadi, ketika Arifin bermaksud melangkahkan kakinya keluar rumah, tiba-tiba badannya seperti ditiup angin sehingga bulu kuduknya berdiri. Badannya mendadak tidak bisa digerakkan, seolah-olah kaku. Dalam kondisi tidak berdaya tersebut, dia teringat nasihat almarhum ayahnya agar selalu berzikir dan membaca ayat suci Al-Qur’an dimanapun dia berada, terutama jika tertimpa masalah. Arifin mulai membaca dalam hati beberapa ayat suci Al-Qur’an yang dihafalnya. Ajaibnya, tiba-tiba badannya terasa enteng dan dia mulai bisa bergerak normal seperti biasa.

Cepat-cepat dia keluar rumah itu menuju mobilnya, lalu tancap gas kembali ke Bandung. Sejak kejadian ganjil tersebut, pikiran Arifin selalu teringat kepada Pak Dirman. Dia tidak habis pikir, mengapa mantan gurunya itu tidak muncul juga saat itu. Dia bingung dan masih bertanya-tanya dalam hati,  apa gerangan sebenarnya yang terjadi?

Tiga bulan kemudian Arifin berkesempatan kembali ke Cirebon. Kali ini dia coba berkunjung ke salah seorang mantan guru kimia waktu di SMA dulu yaitu Pak Agus. Disana dia menceritakan kejadian yang dialaminya tersebut dan menanyakan mengapa mantan kepala SMA-nya itu berprilaku seperti itu. Tentu saja mantan guru kimianya itu terperanjat.

Kemudian Pak Agus menjelaskan kepada Arifin kalau Pak Dirman sesungguhnya sudah lama meninggal dunia, sekitar 3 tahun yang lalu karena penyakit liver. Beberapa tahun Pak Dirman menderita akibat penyakitnya tersebut sampai akhirnya meninggal dunia. Badan Arifin kembali menggigil mengingat kejadian sebulan yang lalu, ketika dirinya mampir ke rumah Pak Dirman. Kini dia baru menyadari kalau lelaki yang berbau busuk yang ditemuinya di rumah mantan kepala SMA-nya tersebut ternyata Hantu. Sepulang dari rumah mantan guru kimianya itu, Arifin segera berziarah ke makam Pak Dirman untuk mendoakan agar arwahnya diterima dengan baik di sisi Allah SWT.

No comments:

Post a Comment

La Planchada