Tuesday, October 22, 2019

MISTERI RUMAH KONTRAKAN (Surabaya)


Setelah lulus sekolah menengah atas di kota kelahiranku aku kuliah di sebuah universitas di Surabaya. Aku dan teman-temanku yang kebetulan juga kuliah di kota yang sama berusaha mencari kontrakan agar bisa menghemat pengeluaran. Biaya kontrak lebih murah dibanding kost karena ditanggung bersama sama, kami juga bisa memasak bersama agar lebih bisa berhemat. Alhamdulilah aku juga mendapatkan pekerjaan paruh waktu. Aku bekerja sebagai pramusaji di sebuah restaurant dengan pangsa pasar anak muda. Meski aku harus bisa membagi waktu untuk kuliah, belajar dan bekerja tapi hasil yang kuterima juga lumayan meski tidak bisa dibilang banyak.

Di Surabaya aku mengontrak sebuah rumah bersama beberapa orang teman, rumah itu cukup besar dengan empat kamar tidur. Bahkan ongkos kontraknya bisa dibilang murah untuk ukuran rumah sebesar itu dan terletak di daerah perkotaan. Mungkin sudah rejeki kami kali ya, mendapatkan kontrakan rumah yang bagus dengan harga sewa cukup miring.

Di suatu petang, kami bercengkerama di ruang tengah bercerita kesibukan kami masing-masing, maklumlah teman temanku juga bekerja paruh waktu seperti halnya diriku jadi waktu kami habis untuk kuliah dan bekerja, hanya di hari-hari tertentu saja kami ada waktu luang untuk berkumpul bersama.

“Yuli, gimana nih... sudah kerasan di rumah kontrakan dan di kerjaan?” tanya Titi membuka obrolan.

Aku mengangguk, lanjutku “Kamu sendiri gimana? Kerasan kan?”

“Yaah, gitu deh… Mau tak mau harus kerasan...” jawab Titi kalem. 

“Reni dan Yeni lagi ngapain sih?” tanyaku. Sepulang dari kuliah sekilas aku lihat mereka sibuk di dapur. Aku tidak bergabung dengan mereka karena aku kecapaian. Aku langsung masuk kamar dan tiduran di atas kasur.

“Katanya mau coba resep baru kue kering!” jawab Titi.

“Wah asyik tuh… kita bisa nyobain ntar!” seruku senang. Ya siapa sih yang nggak senang dapat makanan gratis… hehehh?!

“Reni dan Yeni lagi getol nyobain resep kue kue kering, katanya mereka mau mencoba bisnis kue kering buat lebaran!” jelas Titi.

“Loh… apa mereka tidak mudik kalau lebaran?” tanyaku heran.

Belum sempat Titi menjawab kami melihat kedua teman kami itu masuk ke ruang tengah. Mereka keluar dari dapur membawa minuman dan makanan kecil.

“Ayo… ayo dicobain…” kata mereka sambil menyorongkan sepiring kue kering bikinan mereka.

Kami mencicipi hasil masakan mereka, wah enak juga nih...nggak kalah sama produk bakery.

“Katanya mau bisnis kue kering ya buat lebaran?” tanyaku seraya mencomot kue kering dari piring dan memasukkan ke mulut… hmmm… enak.

“Coba-coba dulu aja kok…!” jawab Reni.

“Iya siapa tahu jalan!” timpal Yeni.

“Tapi katanya buat lebaran, emang kalian nggak pulang mudik?” tanyaku lagi.

“Ya mudiklah… kami merencanakan pesanan harus stop seminggu sebelum Lebaran jadi masih ada waktu buat pulang!” jelas Yeni.

“Kue kering kan awet, orang juga lebih senang terima pesanan kuenya sebelum lebaran!” imbuh Reni.
“Ya syukurlah… semoga sukses!” ucapku.

Kami berempat lalu asyik mencoba kue bikinan Reni dan Yeni, suasana terasa santai dan menyenangkan sampai salah satu teman kami mengatakan sesuatu.

“Yuli, kamu suka mandi malam-malam ya? Bahaya loh...kata orang bisa menyebabkan reumatik.” kata Reni sambil duduk di sofa. 

Yeni yang turut duduk di sampingnya menambahi, “Iya nih Yuli, sering kerja shift malam sih, pulangnya sering telat lagi… tapi masak mandi tengah malam”.

Aku diam sesaat, perasaan aku nggak pernah mandi malam-malam. Biasanya kalau mesti lembur dan pulang malam aku cuma cuci muka aja.

“Kayaknya aku nggak pernah mandi di malam hari, kalau pulang lembur aku cuci muka aja lalu tidur... capai sih. Mungkin Titi ya?” tanyaku seraya menoleh ke arah Titi.

Kupikir itu Titi karena aku juga pernah mendengar ada yang mandi malam-malam, saat itu aku pulang lembur, suasana rumah sepi, kupikir mereka sudah pada tidur, saat mau cuci muka –kamar mandi tertutup dan ada suara gemericik air orang sedang mandi.

Titi yang mulutnya penuh makanan cuma menggelengkan kepala, kemudian setelah menelan makanan itu dia berujar, “Aku mah paling anti mandi malam hari… kemalaman ya langsung tidur aja.”

Kami berempat saling berpandangan, aku berpikir jangan-jangan rumah ini ada yang nggak beres. Teman yang lain barangkali juga berpandangan demikian karena raut wajah mereka tampak agak tegang.

“Ah sudahlah… nggak usah diributin, cuma masalah mandi aja bikin repot!” cetus Titi setelah kami berempat sempat terdiam sesaat.

“Iya, di kamar mandi kan nggak mesti mandi, bisa aja hanya sekedar cuci muka, cuci tangan, cuci kaki… dan cuci-cuci yang lainnya!” canda Yeni mencoba mencairkan suasana.

Kami berempat tertawa, lalu mengalihkan pembicaraan ke topik yang lain yang lebih santai dan ringan.

“Kamu enak ya Yul, sebagai pramusaji bisa nyicip macam macam makanan!” seru Titi sambil melirik ke arahku.

“Wow… mana bisa, emangnya aku ini koki. Aku cuma pramusaji, tugasku melayani pembeli yang mau memesan dan mengantar makanan serta minuman pesanan mereka. Kalau pramusaji bisa ngikut ngicipin makanan… wah kacau dong!” jelasku.

“Apalagi mencicip satu piring… bisa cepat bangkrut tuh!” celetuk Yeni sambil nyengir.

“Enakan kamu Ti, sebagai guru les anak-anak tentu nggak terlalu banyak keluhan, anak-anak kan biasanya nurut sama yang lebih tua!” aku balik bertanya kepada Titi tentang pekerjaannya sebagai guru les.

“Iya sih, anak-anak biasanya nurut, tapi ya itu… mereka kurang disiplin dan kurang tekun. Masak aku datang ada yang belum mandi, tahu sendiri kan bau keringat anak yang belum mandi…!” belum selesai Titi bicara Reni sudah memotongnya.

“Wangi alami kan, Ti!” potong Reni sambil menahan tawa.

“Iya sih, tapi kalau hanya bau badan aku bisa cuek. Yang membuatku agak senewen itu kalau anaknya nggak tekun belajar dan nilainya tidak sesuai harapan… wah… aku yang bisa diomelin orang tuanya!” jelas Titi lagi.

“Resiko orang kerja, ya gitu. Masak maunya enak melulu!” seruku.

Aku sendiri kadang juga bĂȘte kalau ada pelanggan yang rewel dan cerewet. Tapi mau gimana lagi… itu kan sudah pekerjaanku.

Kalau Reni dan Yeni bekerja di sebuah butik milik teman ibu nya Yeni. Mereka juga kerja shift seperti aku tapi lebih teratur alias jarang lembur, karena para pembeli biasanya tidak pernah datang lewat jam sembilan malam. Beda dengan aku, kadang ada serombongan anak muda yang datang mepet waktu. Sesuai kebijaksanaan restaurant tetap harus dilayani sampai mereka menyelesaikan santapan makananannya.

“Eh, aku masuk kamar dulu ya? Ada tugas kuliah nih!” ucap Titi sambil beranjak dari kursi.

“Aku juga, mau tidur nih setelah seharian tadi kerja!” ungkapku malas. Seharian bekerja memang membuatku lelah. Biasanya aku akan tidur dan bangun sebelum subuh untuk belajar dan mempersiapkan kuliah. Kalau kondisi lelah begini dipaksa belajar nggak bisa konsentrasi.

“Aku sama Reni mau nonton TV dulu ah!” seru Yeni sambil pindah duduk di kursi Titi dan menyelonjorkan kaki di atas meja.

Reni yang duduk di sofa kini jadi leluasa untuk membaringkan badan.

Sebelum masuk kamar aku sempat menengok ke arah Reni dan Yeni, mereka asyik nonton TV.

Setelah menutup pintu kamar aku membaringkan tubuh di atas kasur, nyaman sekali rasanya, benar kata orang tidur itu paling enak kalau pas ngantuk berat apalagi ditambah dengan lelah… wah klop deh.

Entah jam berapa, aku terbangun karena merasa ingin ke belakang. Masih mengantuk berat aku keluar kamar, kulihat Reni dan Yeni tertidur di ruang tengah dengan TV yang masih menyala. Terpaksa aku ke ruang tengah dulu untuk mematikan TV. Selanjutnya aku berjalan menuju belakang dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka. 

Saat kulewati kamar Titi, kamarnya gelap alias lampu sudah dimatikan. Titi memang nggak bisa tidur kalau ada lampu menyala meski hanya remang remang pun dia tidak bisa, yup dia terbiasa tidur dengan suasana gelap.

Sampai di belakang kulihat pintu kamar mandi tertutup dan aku mendengar suara gemericik air. Ah berarti Titi yang ada di kamar mandi. Akupun lalu duduk di kursi dekat kamar mandi menunggu Titi keluar. Aku masih mengantuk kala itu jadi kurang begitu hirau dengan suara di kamar mandi, yang aku inginkan hanya satu yaitu Titi segera keluar dari kamar mandi dan gantian dengan aku.

“Hey bangun!” seseorang mengguncangkan bahuku.

“Lho kamu Ti?” seruku kaget, tidak yakin dengan yang kulihat Titi berdiri di hadapanku, akupun mengucek mata berkali-kali karena aku masih mendengar suara gemericik air di kamar mandi itu.

“Siapa yang di dalam?” tanya Titi sambil menunjuk ke arah pintu kamar mandi.

“Bukannya tadi kamu?” aku balik bertanya kepadanya.

Kulihat Titi menggeleng, “Mungkin Reni atau Yeni!” jawabnya kemudian.

“Waktu aku ke sini, aku lihat Reni dan Yeni lagi tertidur di ruang tengah. Bahkan aku yang mematikan TV! Makanya kupikir kamu yang di dalam tadi!” terangku, kali ini mataku terbuka lebar karena aku merasa ada yang ganjil.

“Enggak tuh, aku juga baru saja ke sini dan lihat kamu duduk terkantuk-kantuk di kursi ini!” balas Titi penuh keheranan..

Kami berdua melongo, suara gemericik itu juga masih terdengar.

“Kita ketok aja pintunya!” aku memberi usul.

Titi mengangguk cepat. Lalu dengan langkah pelan tapi pasti kami menghampiri pintu itu.

“Tok… tok… tok…!!” suara ketokan pintu terdengar keras, aku memang sengaja mengetoknya dengan keras. 

Aneh… seketika suara gemericik air di dalam kamar mandi menghilang… hening tidak terdengar apapun.
“Tok… tok… tok…!!” kali ini Titi yang mengetok pintu, bahkan dia memukulnya dengan lebih keras daripada aku.

“Siapa di dalam?” Teriakku kencang.

“Reni atau Yeni?” tambah Titi juga dengan suara lebih keras.

Aneh… tetap saja tidak ada suara.

“Hey… siapa? Jawab dong!” suara Titi terdengar kesal.

“Ngapain sih kalian teriak-teriak di malam begini… bangunin orang saja… malu sama tetangga tuh! Dikirain ada apa?”

Aku dan Titi menengok ke arah suara di belakang kami, ternyata Reni dan Yeni sudah berdiri dengan mimik kesal. 

“Hey... kok pada bengong!” ucap Yeni penuh tanda nyata.

Kami berdua memang bengong, kalau bukan Reni dan Yeni, lantas siapa dong yang ada di kamar mandi itu.
“Kita buka saja pintunya, kalau dikunci ya kita dobrak aja!” Titi dengan geram bermaksud membuka paksa pintu itu.

Tapi ternyata pintu itu tidak terkunci. Ketika Titi membukanya kami merasa ada angin dingin yang berhembus melewati kami berempat melalui pintu itu.

“Hey, aku merasa ada sesuatu yang lewat…!! Angin yang kurasakan tidak seperti biasa!” ungkap Yeni dengan bibir bergetar.

“Aku juga merasakan seperti itu!” sahutku ketakutan.

Akhirnya kami sepakat ngumpul di ruang tengah untuk membicarakan kejadian itu, tentu saja aku dan Titi ke kamar mandi dulu untuk mengeluarkan hajat yang tadi sempat tertunda. 

“Kita lihat di internet yuk siapa tahu ada berita tentang rumah ini.” celetuk Titi setelah beberapa saat kami berdebat tentang kemungkinan apa saja yang telah terjadi dengan rumah ini.

“Iya siapa tahu ada beritanya!” tambah Yeni.

Dengan sigap Reni beranjak dari sofa dan keluar kamarnya sambil menenteng laptop, kami pun mulai browsing mencari berita dan tentu saja berharap itu semua hanya khayalan aja.

Tiba-tiba Reni berseru, 

“Lihat nih…!!” jarinya menunjuk sebuah berita. 

Di berita itu kami membaca seorang wanita muda tewas di kamar mandi akibat serangan jantung. Dan di situ juga tertulis alamat kediaman rumah itu… yang sama dengan rumah yang kami tempati sekarang ini.

No comments:

Post a Comment

La Planchada