Wednesday, November 20, 2019

Ajian Penangkal Maling (Jogjakarta)


Gandung Teguh Supriyanto, direktur sebuah Bank Perkreditan Rakyat di Bantul, Yogyakarta benar-benar merasa sangat terpukul. Pasalnya, hanya dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun, rumah mewahnya yang terletak di sudut Timur kota gudeg ini telah tiga kali dibobol maling. 

Pelakunya pasti orang yang sama, demikian bisik hatinya. 

Ya... sebagai salah seorang direktur yang sukses, tentu saja Gandung sangatlah sibuk dan jarang tinggal di rumah, karena itulah dia dan keluarganya memberikan kepercayaan penuh kepada keluarga Mulyono untuk ikut serta tinggal, merawat, dan sekaligus menjaga rumah mewahnya itu. Yang paling aneh, Mulyono dan keluarganya seolah-olah baru terbangun dari tidurnya ketika Gandung menanyakan apa yang baru saja terjadi sehingga rumahnya berantakan seperti itu.

“Di tahun ini, dalam waktu kurang dari 12 bulan, sudah tiga kali rumah saya disatroni maling. Modusnya pun sama...” demikian kata Gandung kepada beberapa polisi yang datang untuk melakukan penyelidikan. 

Polisi pun hanya mengangguk sambil terus mencari petunjuk. Setelah meminta agar Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk sementara jangan diganggu, mereka pun kembali ke markas sambil membawa Mulyono untuk dimintai keterangan. Dan menjelang pukul 22.00 WIB, Mulyono baru kembali dengan muka pucat dan kusut.

“Bagaimana Pak Mul...?” tanya Gandung. 

“Pak... saya cuma bisa minta maaf dan siap menerima hukuman atas semua kesalahan ini.” sahut Mulyono lirih.

Gandung hanya terdiam. Walaupun sebenarnya ia merasa kesal dan hatinya masih panas, tetapi ia tak mungkin menjatuhkan hukuman apalagi mengusir keluarga ini dari rumahnya, kesetiaan keluarga ini sudah benar-benar teruji. Maklum, sudah lebih dari sepuluh tahun mereka ikut bersama dengannya. Boleh dikata, Gandung, Saras -istrinya, dan Gendis -anak kesayangan mereka sudah menganggap keluarga Mulyono sebagai bagian dari keluarga mereka sendiri.

“Ufh...” hanya itu yang keluar dari mulut Gandung.

“Pak Mul, karena peristiwa ini sudah terjadi sampai tiga kali, maka saya tidak mau terjadi lagi untuk yang keempat kalinya!!” tegur Gandung dengan tegas.

“InsyaAllah Pak, saya akan menjaga rumah ini lebih ketat lagi.” sahut Mulyono dengan wajah penuh penyesalan. 

“Ya sudah, bagus kalau begitu...!!” ujar Gandung sambil berlalu menuju ke kamarnya. 

Mulyono pun mengangguk sambil berdiri dan mohon diri dengan suara yang nyaris tak terdengar.

Setibanya di kamar, Mulyono langsung memeluk Welas, sang istri dan Wahid anaknya yang masih balita dengan penuh perasaan.

“Kenapa belakangan ini nasib kita selalu jelek ya Dik...?” keluhnya di antara isak tangisnya.

 “Sabar Mas, kita sedang mendapat ujian dari Allah.” sahut sang istri berusaha membesarkan hatinya. 

“Yang tak bisa aku mengerti, kenapa setiap kali peristiwa perampokan itu terjadi, kita tertidur sangat lelap, mata kita sepertinya lengket, tak bisa dibuka ya?” jawab Mulyono sambil balik bertanya. 

Welas terperangah! Tak lama kemudian terdengar suaranya penuh keheranan,

“Ya ya ya... kenapa bisa begitu ya Mas?” 

“Wah... jangan-jangan kita disirep.” jawab Mulyono dengan penuh keyakinan. 

“Aku harus segera pulang kampung.” desis Mulyono.

 “Mau ngapain Mas?” tanya sang istri dengan perasaan khawatir. 

“Aku mau minta syareat dari simbah.” jawab Mulyono mantap. 

“Tapi kalo udah dapet langsung pulang kembali ya Mas...” pinta Welas. 

Mulyono pun kembali merengkuh istri dan anaknya dengan penuh kasih.

Esoknya, dengan perasaan mantap, Mulyono pun minta izin dan mengutarakan niatnya pada Gandung dan keluarganya yang kala itu sedang sarapan. Gandung hanya tersenyum sambil berkata,

“Pak Mul, zaman sudah berubah, kenapa harus mencari-cari yang seperti itu? Apalagi, sekarang sudah ada satpam yang selalu siap siaga...!!” 

“Saya masih penasaran. Saya cuma minta ijin dan restu dari Bapak.” jawab Mulyono dengan mantap. 

“Baiklah kalau begitu, salam untuk seluruh keluarga di kampung.” kata Gandung sambil mengeluarkan beberapa lembar uang dan diserahkannya kepada Mulyono. 

“Berikan ini kepada nenek untuk sekadar beli sirih.” 

“Terima kasih Pak.” Sahut Mulyono sambil menerima uang tersebut.

Singkat cerita, setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, Mulyono pun akhirnya tiba di kampung halamannya di dusun terpencil yang terletak di kaki gunung di wilayah Jawa Timur. Sekali ini ia tak ingin membuang waktu, setelah sejenak beristirahat dan menyerahkan amplop titipan pak Gandung kepada ibunda tercinta, ia pun segera menuju ke rumah mbah Dirgo, sesepuh yang disegani di desanya. 

Setelah menceritakan maksud kedatangannya, Mulyono kemudian menceritakan kejadian yang menimpa keluarga Gandung. Sambil tersenyum, mbah Dirgo pun bangkit dan menuju ke salah satu ruangan yang selalu tertutup di rumahnya yang tak seberapa besar itu. Hampir satu jam Mulyono menunggu. Tak lama kemudian terdengar suara derit daun pintu yang dibuka, dan kemudian tampak mbah Dirgo keluar dari kamar tersebut, kemudian mendekat ke arah Mulyono sambil membawa empat butir buah pinang.

“Ini buah pinang yang jatuh pada hari Jumat Kliwon. Tanam buah-buah pinang ini di empat sudut rumah majikanmu sambil membaca mantra sebagai berikut,

“Singa barong kang mbaurekso ana ing lodaya, ingsun njaluk tulung, reksanen pomahanku yan ana kang ganggu gawe sira balekno.”

“Biasanya, jika ada orang yang berniat apalagi berbuat tidak baik, maka ia pasti akan melihat seekor macan besar yang mengaum dan siap menerkam. Sekarang, segeralah kembali ke Jogja, istri dan anakmu sudah menunggu kedatanganmu.” papar mbah Dirgo panjang lebar. 

Mulyono langsung mohon diri dan kembali ke rumah orangtuanya untuk pamit dan langsung pulang ke Jogja. Setibanya di rumah, ia pun langsung mengerjakan apa yang diperintahkan oleh mbah Dirgo. Dan benar, seminggu kemudian, satpam yang menjaga rumah Gandung tiba-tiba mengajukan pengunduran diri. Pasalnya, ketika akan buang air kecil di balik pepohonan di pojok pagar tembok, ia merasa melihat kelebat seekor harimau yang menggeram. 

“Saya melihat ada macan....” ujarnya penuh ketakutan kepada Gandung. 

Dan sejak itu, sampai dengan sekarang tak pernah lagi ada maling yang menyatroni rumah Gandung. Keluarga Gandung Teguh Supriyanto pun hidup dengan tenang dan damai, semua berkat pertolongan Tuhan melalui ajian penangkal maling yang telah diusahakan oleh pak Mulyono.

No comments:

Post a Comment

La Planchada