Kisah ini terjadi sewaktu Hasan masih menuntut ilmu di sebuah perguruan tinggi ternama di Kota Bandung delapan tahun yang lalu. Waktu itu dia masih tercatat sebagai mahasiswa semester V, di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesenian (FPOK).
Ceritanya begini.
Biasanya di malam minggu, Hasan dan beberapa teman yang masih jomblo lebih suka bersantai sambil mengobrol ini dan itu di salah satu dari kamar mereka di asrama mahasiswa yang berada di sebelah gedung olahraga milik universitas. Ketika sedang berbaring-baring santai itulah salah seorang teman yang bernama Bayu, tiba-tiba punya ide unik mengajak bermain game yaitu “Ritual Pemanggilan Arwah”. Menurut Bayu, ia memang mahir dalam hal memanggil arwah.
“Asal aku yang memanggil, pasti arwah yang dimaksud langsung datang...” kata Bayu dengan bangga.
Pada masa itu, oleh teman-temannya, Hasan dikenal sebagai mahasiswa yang tidak percaya dengan hal-hal yang begituan. Namun, pada malam itu ia dan dua orang teman mahasiswa yang lain yaitu Prabowo dan Zein tergoda dan ingin mencoba-coba ‘pengalaman’ baru ini.
Akhirnya mereka berempat; Hasan, Bayu, Prabowo, dan Zein sepakat untuk melakukan “Ritual Pemanggilan Arwah” tersebut, nanti setelah jam menunjukkan pukul 24.00 tengah malam.
Menjelang tengah malam, persiapan pun dilakukan. Diantaranya adalah menggelar selembar kertas putih yang telah ditulisi dengan beberapa nomor dan huruf, selain itu juga menaruh satu buah uang logam 500 rupiah, dengan posisi di tengah-tengah kertas yang digelar tadi.
Dan ketika waktu telah menunjukkan pukul 24.00 tepat, permainan pun dimulai.
Waktu itu keempat sekawan tersebut duduk melingkari benda-benda yang telah mereka persiapkan sebelumnya. Menurut Bayu, untuk memanggil arwah ia memerlukan kerjasama semua peserta yaitu mereka semua, dengan menyumbang jari telunjuk masing-masing dan diletakkan di atas uang logam tersebut. Bayu turut memberi perintah. Selama proses ‘pemanggilan arwah’ berlangsung, tidak boleh satu orang pun di antara mereka menarik jari telunjuknya dari uang logam tadi sebelum mereka semua menghantarkan arwah tersebut pulang ke tempat asalnya.
Untuk mendapatkan suasana yang lebih pas, mereka pun mematikan lampu kamar dan hanya menggunakan sebatang lilin sebagai penerang.
Bayu berseru memanggil arwah melalui uang logam. Hanya dalam beberapa saat saja Hasan dan teman-temannya dapat merasakan uang logam itu bergerak sedikit demi sedikit. Bayu pun mulai berkomat-kamit membaca mantra dan kemudian mengajak berbicara kepada arwah yang ia panggil.
“Apakah kamu ada disini wahai arwah?”
Tiba-tiba uang logam itu bergerak ke arah tulisan ‘YES’ (berarti arwah itu ada). Tanpa berkedip, Hasan memandangi wajah Bayu, diperhatikannya benar-benar ekspresi wajah temannya itu.
“Haaa... ini pasti ulah Bayu yang iseng, mau mempermainkan kami nih...!” pikir Hasan dalam hati.
Hasan mulai curiga bahwa Bayu sengaja menggerakkan uang logam itu dengan tujuan untuk menakut-nakuti teman-temannya. Tapi menurut Bayu, dia tidak menggerakkan sedikit pun uang logam tersebut. Namun, Hasan masih merasa sangsi dengan gelagat ataupun tindak-tanduk Bayu ini, tapi mereka teruskan juga permainan memanggil arwah pada malam itu.
Sebenarnya banyak juga pertanyaan yang mereka ajukan kepada sang arwah, sebagai contoh:
- Siapa di antara mereka berempat yang memakai baju dalam warna merah
- Siapa nama nenek teman mereka yang baru saja meninggal dunia, dan masih banyak lagi pertanyaan yang aneh lainnya
Dan yang sangat mengherankan, semua pertanyaan itu dijawab dengan betul oleh sang arwah.
“Ah, seandainya saja aku minta nomor lotere malam itu... tapi semua sudah terlambat!” gerutu Hasan agak menyesal.
Namun ada satu jawaban yang diingat oleh Hasan hingga kini; dia (arwah tersebut) adalah seorang lelaki korban pembunuhan.
Waktu itu Hasan merasa agak gamang dan bertanya-tanya, adakah si Bayu ini orang yang suka berbuat iseng, dan sengaja hendak menakut-nakuti teman-temannya? Walaupun Hasan sempat merasa yakin dan percaya bahwa Bayu berbuat seperti ini dengan sengaja untuk menakut-nakuti mereka, dan entah mengapa bulu romanya meremang secara tiba-tiba. Hasan pun mencoba berlagak tenang,
“Lagipula mana mungkin arwah ini betul-betul ada? Ini pasti kerjaan Bayu saja...!” gumam Hasan dalam hati.
Untuk menguak belang penipuan si Bayu, maka Hasan sengaja memberikan beberapa pertanyaan lagi.
“Wahai arwah di dalam uang logam, apakah kamu masih berada disini?” tanya Hasan.
Sedikit demi sedikit uang logamnya bergerak ke arah kata ‘YES’.
Dan Hasan pun bertanya lagi,
“Wahai arwah di dalam uang logam, sekarang kamu berada di dekat siapa?”
Sedikit demi sedikit uang logam itu bergerak ke huruf ‘H’.
Nama mereka berempat bermula dengan huruf Z, P, B, dan H... dimana ‘H’ merupakan huruf pertama untuk nama Hasan.
Sambil menatap wajah Bayu, di dalam hati Hasan menyumpah-nyumpah dirinya.
“Benar-benar menyebalkan si Bayu ini, berani sekali dia mencoba menakut-nakuti aku yang memang penakut ini. Seharusnya dia sadar dan ingat untuk bertindak lebih bijaksana lagi, tidak sembrono seperti ini,” gerutu Hasan.
Merasa kesal, Hasan pun memberi lagi satu pertanyaan pamungkas,
“Wahai arwah di dalam uang logam, jika betul kau berada disini, coba pergi ke arah sana dan nyalakan lampu...!”
Begitu Hasan selesai mengajukan pertanyaan atau lebih tepatnya ‘perintah’ itu, ternyata...
Tidak ada apa-apa pun yang terjadi! Hasan, Zein, dan Prabowo langsung meledak tertawa terpingkal-pingkal bagaikan orang kesurupan. Kemudian Zein berkata,
“Bagaimana mungkin arwah bisa menyalakan lampu, dia itu kan hanya roh, mana mungkin dia dapat menekan tombol lampu seperti ini...” katanya sambil berlagak seolah-olah mencoba menekan-nekan tombol lampu.
Kemudian serentak ketiganya mengatakan kepada Bayu bahwa arwah yang datang ini penipu.
“Baiklah, kalau begitu kita suruh arwah ini untuk kembali pulang ke asalnya...!” kata Bayu sedikit marah.
“Wahai arwah di dalam uang logam pulanglah kamu ke tempat kau berasal...!” kata Bayu.
Tetapi uang logam itu diam saja tidak bergerak sedikitpun. Bayu pun mencoba lagi.
“Wahai arwah di dalam uang logam, pulanglah segera ke tempat asalmu!” kata Bayu lagi.
Dan uang logam itu masih saja tidak bergerak. Saat itu Hasan dapat melihat wajah Bayu seperti panik dan takut.
“Alaaa... masih sempat berpura-pura pula si Bayu ini..!” gumam Hasan dalam hati.
Limabelas menit telah berlalu. Uang logam itu masih saja diam tidak bergerak. Hasan, Zein, dan Prabowo mulai hilang kesabaran. Mereka pun memaksa uang logam itu bergerak ke arah kata ‘home’ (yang artinya pulang).
“Huhh...! Pulang sana!” kata Prabowo kesal.
Dan dengan serta merta mereka bertiga pun menarik jari masing-masing.
Bayu sangat terkejut dengan tindakan teman-temannya itu.
“Kenapa kalian paksa dan menarik jari kalian sebelum dia betul-betul pulang...?” teriak Bayu memarahi mereka bertiga.
“Alaaa... sudahlah Bayu! Kami tahu kalau kamu ini sedang mencoba menipu kami,” kata Zein memperingatkan Bayu sambil menyalakan lampu.
“Kan sudah aku bilang, jangan tarik jari kalian sebelum arwah itu benar-benar pulang...!” teriak Bayu masih dengan pendiriannya.
Mereka bertiga tertawa melihat sikap Bayu.
“Huh, dasar Bayu... sudah ketahuan belangnya pun masih juga mencoba-coba untuk berlagak,” teriak Prabowo geli.
“Ah, sudahlah Bayu jangan coba berpura-pura lagi...!” kata Zein lagi sambil melempar bantal ke arah Bayu.
Tiba-tiba, “PATSS...!”
Semua lampu di kawasan asrama padam.
“Nah... kan, beginilah jadinya kalau tidak mau mendengar nasihat...!” Bayu berkata dengan nada menyalahkan.
“Alaa... ini kan cuma kebetulan saja, begitu saja heran!” jawab Hasan dengan cuek.
Tiba-tiba terdengar suara anjing menyalak dan melolong. Benar-benar tepat di luar jendela kamar mereka. Hasan yang penakut langsung terhenyak kaget. Namun setelah ia pikir-pikir, tidak mungkin hal seperti ini terjadi secara kebetulan juga. Para orang tua pernah bilang jika anjing melolong seperti itu artinya dia melihat arwah. Keempat sekawan itu pun langsung jadi panik dan lari tunggang langgang keluar menjauh dari kamar itu.
Namun peristiwa yang cukup aneh itu ternyata tidak membuat mereka kapok.
Malam berikutnya Hasan membawa Bayu main ke tempat temannya di komplek asrama yang satunya. Kebetulan di asrama tersebut, penghuninya sedang penuh. Hasan merasa tidak puas hati pada malam sebelumnya, jadi ia membawa Bayu ke sisi asrama yang lain untuk menunjukkan cara-cara bermain pemanggilan arwah melalui uang logam kepada teman-temannya yang lain. Malam itu banyak teman yang ikut serta. Tetapi yang dapat menyentuh uang logam itu hanya lima orang saja. Sedangkan yang lain hanya bisa memperhatikan. Permainan belum sempat dimulai, tiba-tiba...
“PATSS!”
Listrik di asrama tersebut terputus.
“Aah... Bisa saja ini sebuah kebetulan belaka...” ucap Hasan dalam hati.
Saat anak-anak lain sedang riuh rendah mencari senter dan lilin, tiba-tiba mereka mendengar dengan jelas suara anjing melolong bersahutan di dekat kawasan asrama.
“Gila betul...! Aku sudah mengalaminya 2 kali berturut-turut!” seru Hasan dengan ekspresi keheranan. Bahkan sampai sekarang pun ia masih sering terbayang-bayang akan peristiwa itu.
Adakah ini sebuah kebetulan atau memang betul ada arwah yang bergentayangan di sekeliling kita? Hanya Tuhan yang tahu.
No comments:
Post a Comment