Bangunan tua yang dilingkari tembok tinggi itu ada kesan wingit (seram), terutama saat malam. Beberapa pepohonan tinggi yang ada, khususnya beringin dan duwet putih yang telah berumur ratusan tahun, semakin menambah kesan keangkerannya.
Namun, keangkeran bangunan itu bukan sekadar kesan. Kisah misteri seputar hantu-hantu di areal itu telah beredar luas di kalangan masyarakat sekitar.
Ceritanya tidak terbatas dari mulut para pengunjung kafe Alang-alang yang menempati salah satu bagian bangunannya. Namun, lebih luas dari itu. Apakah rumah atau bangunan tua selalu berhantu? Tentu tidak. Namun, opini itu seolah-olah terbuktikan pada Dalem Joyokusuman di Kampung Joyokusuman, Kelurahan Gajahan, Pasar Kliwon, Solo. Tak sedikit mulut yang telah memaparkan cerita soal hantu-hantu yang katanya bersemayam di dalem itu.
Setua apakah bangunan itu? Endar, pemilik bangunan sekarang, menuturkan bahwa Dalem Joyokusuman telah dibangun pada 1849. Kepemilikannya berganti-ganti orang. Dia pemilik keempat bangunan yang tadinya berada di areal satu hektare. Pemilik pertama adalah Bandara Kanjeng Pangeran Harya (BKPH) Suryo Broto, salah seorang putra dalem Paku Buwono X.
Kepemilikan selanjutnya beralih tangan ke BKPH Joyoningrat, lalu ke BKPH MR Joyokusumo. Orang terakhir ini kemudian meninggalkan namanya untuk nama bangunan. “Dia mulai menghuni pada 1953. Saya masih mengalaminya. Yang saya ingat, dia sangat bangga dengan pendidikan hukumnya dari Universitas Leiden (Belanda-Red). Jika disebut gelarnya oleh seseorang, dia pasti akan membenarkan ejaannya dalam bahasa Belanda. Mister in de Rechten,’’ papar Endar sembari tertawa. Pada 1965, si pemilik menjualnya dan dibeli RNg Malkan Sangidoe, ibu Endar. Selepas banjir bandang 1966, rumah itu baru dihuni si pemilik baru.
Endar menempati rumah tersebut mulai 1970 hingga sekarang. Selain sebagai rumah tinggal dan kafe, salah satu bagian yang ketika dimiliki BKPH Suryo Broto menjadi ruangan untuk garwa ampil (selir), dipakai pelukis dan pematung itu sebagai studio untuk berkreasi seni. Sementara itu pendapa sering dipakai untuk pertunjukan kesenian. Beberapa kelompok pernah tampil, terutama mereka yang mementaskan sesuatu dengan latar belakang bangunan Jawa.
Seberapa seramkah kisah-kisah hantu yang menjadi bagian tak terlepaskan dari Dalem Joyokusuman? Dalam suatu perbincangan santai di studionya, Endar bersama keluarganya bercerita banyak. Konon hantu yang menghuni bangunan itu ribuan dan sosoknya kadang muncul. Beberapa kisahnya, antara lain soal penyanyi kafe yang tiba-tiba pingsan karena melihat sesosok hantu perempuan pada saat dia beraksi di panggung.
Atau pengecat yang terjatuh dari tangga, karena kaget saat mengecat dinding tiba-tiba muncul wajah orang dari dinding itu. Atau soal pencuri yang kebingungan dan terus-menerus mengitari sebuah pohon di dalam areal bangunan hingga tertangkap. Masih banyak kisah untuk disebutkan.
Misteri apa yang tersembunyi pada keberadaan hantu-hantu di situ? “Saya tak tahu, yang saya dengar, dahulu para pangeran bila mau membangun rumah selalu menempatkan tumbal. Tumbal apa, persisnya tak tahu.’’
Di luar soal hantu, Endar memuji Dalem Joyokusuman kini menjadi satu-satunya rumah kanjengan (bangunan milik orang yang memiliki hubungan dengan raja) yang masih utuh. Ciri rumah kanjengan secara berurutan ada Topengan (Pakretan), Pendhapa, Pringgitan, Dalem Ageng, dan Petanen. “Semua masih ada di sini. Dan saya tak akan mengubahnya. Jika soal renovasi kecil-kecil, bolehlah. Saya ingin membiarkan bangunan bersejarah ini seperti saat dibangun.’’
No comments:
Post a Comment